Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gelombang Kebangkrutan di Asia Belum Terlihat

Lockdown yang terjadi di seluruh dunia akibat Covid-19 menekan pertumbuhan ekonomi sehingga berakibat pada kebangkrutan sejumlah perusahaan di dunia.
Ilustrasi/SSA Advocates
Ilustrasi/SSA Advocates

Bisnis.com, JAKARTA – Gelombang kebangkrutan masih belum terjadi di dunia berkat kuatnya dukungan pemerintah melalui kebijakan stimulus.

Bahkan, jumlah perusahaan yang bangkrut turun dibandingkan tahun lalu, seperti yang terjadi di Jepang dan Singapura. Kenyataan tersebut mengindikasikan langah pemerintah yang mengucurkan stimulus global hingga US$12 triliun kemungkinan membuahkan hasil.

Lockdown yang terjadi di seluruh dunia akibat Covid-19 menekan pertumbuhan ekonomi sehingga berakibat pada kebangkrutan sejumlah perusahaan mulai dari Brooks Brothers Group Inc. Hertz Global Holdings, dan Virgin Australia Holdings Ltd.

Namun, dukungan dari pembuat kebijakan mampu menahan laju kebangkrutan yang selalu dibarengi dengan pemangkasan karyawan.

Di Amerika Serikat, Goldman Sachs Group Inc. melaporkan jumlah kebangkrutan di Negeri Paman Sam tercatat lebih rendah dari perkiraan. Tak jauh berbeda, jumlah kebangkrutan di Inggris dan Swedia juga turun pada kuartal III/2020.

Dilansir dari Bloomberg, Kamis (22/10/2020), in sejumlah perkembangan yang terjadi di negara-negara di Asia:

Jepang

Jumlah kebangkrutan mengalami penurunan selama 6 bulan pada September ke level terendah sejak 1990 seiring dengan langkah agresif pemerintah yang mengucurkan bantuan untuk perusahaan yang terdampak Covid-19.

Berdasarkan data Tokyo Shoko Research, jumlah kasus bangkrut turun 9,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi 3.853 kasus.

India

Pemerintah menangguhkan pengajuan kebangkrutan mulai akhir April 2020. Hanya 76 kasus yang diajukan sebelum penangguhan terjadi dan semuanya sudah sudah masuk ke dalam proses penyelesaian pada April-Juni 2020. Jumlah ini turun dibandingkan 300-600 kasus tiap tiga bulan pada tahun lalu.

Pengucuran stimulus senilai 21 triliun rupee (US$286 miliar) menyelamatkan pengusaha yang terlilit utang. Tetapi mereka tetap harus membayar utang setelah kebijakan pemutihan utang berakhir pada Agustus tahun ini.

China

Data resmi pemerintah menunjukkan adanya kabar gembira atas kesehatan keuangan perusahaan. Pembayaran utang yang terlewat di pasar domestik tercatat turun hampir 18 persen pada 2020, setelah dua tahun berturut-turut gagal bayar.

Hal itu disebabkan oleh pemotongan suku bunga dan kucuran uang tunai dari pemerintah yang mendorong peminjam untuk menunda pembayaran obligasi dan pertukaran utang guna mencegah gagal bayar.

Hong Kong

Pemerintah mengucurkan bantuan tunai lebih dari HK$310 miliar (US$40 miliar) untuk menahan kontraksi ekonomi di Hong Kong. Kebijakan ini terbukti mampu mencegah kemungkinan terburuk, meski mayoritas perusahaan di sektor ritel dan jasa masih tertekan akibat pandemi ini.

Petisi penutupan bisnis melesat ke level tertinggi sejak 2009 sebanyak 68 kasus pada Mei 2020. Pengajuan penutupan bisnis tercatat sebanyak 275 hingga Oktober 2020, atau terbanyak sejak periode yang sama pada 2016.

Singapura

Berdasarkan data resmi, kreditur telah menyediakan penangguhan pembayaran sejak April 2020 kepada bisnis kecil dan menengah. Pemberian bantuan ini akan diperpanjang dalam waktu yang belum ditentukan bergantung kepada kondisi bisnis yang terdampak.

Alhasil, pengajuan kebangkrutan turun menjadi 4 kasus pada Agustus 2020 atau yang terendah sejak 2015. Pengajuan kebangkrutan individual juga turun menjadi 43 pada Mei 2020, setelah melesat menjadi 462 pada Maret tahun ini.

Indonesia

Pengajuan kebangkrutan di Jakarta Pusat tahun ini tak jauh berbeda dengan kondisi pada 2019 yakni 378 kasus.

Pemerintah Indonesia mengucurkan stimulus senilai US$10 miliar untuk membantu puluhan BUMN pada Mei 2020 dan pemerintah berkomitmen untuk menyuntik modal tambahan senilai Rp37 triliun kepada beberapa perusahaan tahun mendatang.

Korea Selatan

Jumlah kebangkrutan di Korea Selatan juga tak jauh berbeda dari kondisi tahun lalu yakni 1.492 kasus hingga September 2020. Angka kebangkrutan pada periode yang sama tahun lalu mencapai 1.423 kasus.

Pemerintah mengucurkan 40 triliun won (US$35 miliar) untuk mencegah kebangkrutan perusahaan, termasuk di sektor strategis yakni penerbangan dan pelayaran. Bank sentral juga mempertahankan suku bunga acuan rendah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper