Bisnis.com, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Refly Harun menilai pembentukan undang-undang seharusnya partisipatif, terbuka, ada kejelasan wujud rancangan hasil akhirnya.
Menurutnya, Undang-Undang Cipta Kerja sangat kontroversial, selain karena proses penyusunan yang dinilai banyak pihak terkesan sembunyi-sembunyi, dan naskah final yang akan ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun beredar di publik dengan banyak versi.
“Kalau benar ada beberapa versi dan versi tersebut, sebenarnya adalah versi yang diciptakan oleh DPR sendiri, bukan versi yang berasal dari masyarakat yang sengaja mengedit atau mengurangi isinya, dan setelah ribut-ribut diadakan revisi lagi, maka sesungguhnya proses pembentukan undang-undangnya gak benar,” ujar Refly seperti dikutip dari Youtube Refly Harun, Jumat (16/10/2020).
Lebih lanjut, hal tersebut terindikasi dari ketiadaan naskah final RUU Cipta Kerja saat rapat paripurna pengesahannya pada 5 Oktober 2020.
Walhasil, Refly menyebut pembentukan UU Cipta Kerja adalah ilegal dan inkonstitusional atau tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
Baca Juga
Lalu, sambung Refly, pemerintah tidak bisa serta merta menyalahkan masyarakat, jika ada klaim tertentu atas salah satu versi naskah yang beredar.
“Karena ini sebelum tanggal 13 Oktober [2020] apa dasar yang digunakan kita, termasuk Presiden Jokowi, untuk mengatakan ini [versi] benar dan ini tidak benar,” ujarnya.
Pasalnya, sejak disahkan di rapat paripurna pada 5 Oktober 2020 hingga 13 Oktober 2020 setidaknya ada lima versi draf UU Cipta Kerja yang beredar di masyarakat.