Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengatakan bahwa rancangan undang-undang yang telah disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna tidak boleh diubah secara substansi dan redaksional.
Menurutnya, hal tersebut diatur dalam UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
“Secara substansi dan redaksional tidak boleh diubah apa yang sudah diketok. Ada itu mekanisme di dalam UU 12/2011,” kata Azis dalam program Mata Najwa yang tayang Rabu (14/10/2020).
Azis yang tidak ikut pembahasan UU Cipta Kerja meyakini bahwa tidak ada perubahan antara rancangan undang-undang yang disahkan dalam rapat paripurna 5 Oktober 2020 dengan naskah final yang diserahkan kepada Presiden Joko Widodo pada 14 Oktober 2020.
Keyakinan ini berasal dari keterangan yang dia dapat dari Pimpinan Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas dan Sekretaris Jendral DPR Indra Iskandar.
Sebelum menandatangani naskah final UU Cipta Kerja yang akan diserahkan ke Presiden Jokowi, Azis Syamsuddin mengaku sempat menanyakan terkait isu perubahan substansi atau pasal selundupan.
Baca Juga
“Saya sudah mendengar dan menanyakan kepada Pimpinan Baleg, ini Anda yakin tidak ada yang berubah, tidak ada selundupan yang diisukan?" ujar Azis.
Dia pun mengaku mendapatkan penegasan jawaban dari Pimpinan Baleg bahwa tidak ada perubahan dalam UU tersebut. Setelah itu, dia juga melontarkan pertanyaan yang sama kepada Sekjen DPR.
"Kemudian saya tanya ke Pak Indra juga yakin tidak ada. Demi Allah Anda yakin?,” tanya Azis
Setelah mendapat kepastian tidak ada perubahan, Azis pun menandatangani naskah final RUU Cipta Kerja yang diserahkan kepada Presiden Jokowi pada 14 Oktober 2020.
“Kalau begitu Anda paraf semua. Setelah mereka paraf, saya paraf, kemudian pengantar Ibu Puan yang tanda tangan,” jelasnya.
Sementara itu, Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Benny K. Harman menilai Presiden Joko Widodo wajib menolak tanda tangan UU Cipta Kerja (Ciptaker) yang tidak sesuai dengan rapat paripurna 5 Oktober 2020.
Perubahan naskah final sebuah RUU yang telah disahkan menjadi undang-undang hanya dapat dilakukan apabila rapat paripurna memberikan mandat kepada badan legislasi atau panja untuk menyempurnakan naskah tersebut.
“Kalau ada naskah berubah substansi, bapak Presiden wajib menolak itu. Bagaimana Presiden tanda tangan yang dia tahu persis tidak sesuai dengan apa yang telah disetujui dalam paripurna,” kata Benny dalam Mata Najwa, Rabu (14/10/2020).
Seperti diketahui, ada sejumlah versi naskah final RUU Cipta Kerja yang beredar di masyarakat. Terakhir, pada 12 Oktober 2020 beredar naskah final setebal 812 halaman. Padahal sebelumnya sempat beredar di publik naskah RUU Ciptaker setebal 905 halaman dan juga lebih dari 1.000 halaman.
Adapun, DPR telah menyerahkan RUU Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi undang-undang kepada Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Rabu (14/10/2020). Selanjutnya, UU kontroversial ini akan ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo agar resmi diundangkan.
“Kami sudah menyampaikan berdasarkan penugasan dari pimpinan DPR RUU tersebut sudah kami serahkan kepada Sekretariat negara dan sudah diterima dengan baik. Saya kira itu ya,” kata Sekjen DPR Indra di depan kantor Kemensetneg, Rabu (14/10/2020).
Indra menjelaskan penyerahan itu dilakukan sembari melihat isi UU Ciptaker. Dia mengklaim pada prinsipnya tidak ada masalah.