Bisnis.com, JAKARTA - Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kasus penembakan Intan Jaya yang dibentuk oleh Menko Polhukam kembali ke Jakarta, Senin (12/10/2020). Seluruh tim dilaporkan telah merampungkan pencarian seluruh informasi di lapangan termasuk mewawancarai 25 saksi.
Benny Mamoto, Ketua TGPF Intan Jaya mengatakan bahwa timnya telah mengumpulkan data dan informasi lapangan terkait kasus penembakan pada akhir September lalu di Intan Jaya Papua.
Selama di Papua, tim telah melakukan olah tempat kejadian perkara, bertemu saksi di tempat kejadian serta mewawancarai sedikitnya 25 orang saksi.
“Kami sudah bekerja secara maksimal, meski dalam kondisi ancaman gangguan keamanan disana, kami bisa mengejar target dan relatif kami capai. Kami sudah lakukan olah TKP bertemu saksi di TKP, meski pulang dari TKP kami dihadang tembakan,” katanya melalui keterangan resmi Kemenko Polhukam, Senin (12/10/2020).
Saat berada di Papua, seorang tim mengalami luka akibat terkena tembakan dari kelompok kriminal bersenjata saat melakukan olah TKP. Kendati begitu tim tetap melanjutkan kerja dan menghadirkan saksi-saksi.
Benny menyebutkan bahwa dalam lawatan itu, keluarga korban penembakan juga mengizinkan tim melakukan autopsi. Keluarga korban juga berkenan menandatangani BAP. Langkah membuat penyelidikan bisa berlanjut.
Baca Juga
Dia menyebutkan investigasi di lapangan berjalan lancar karena TGPF Intan Jaya terdiri dari berbagai elemen yang sangat solid, seperti perwakilan tokoh masyarakat, perwakilan akademisi, perwakilan gereja, serta perwakilan Polri, TNI dan BIN.
Tokoh-tokoh yang terlibat antara lain Pendeta Henok Bagau dari Intan Jaya, Jhony Nelson Simanjuntak dari PGI, Taha Alhamid, Makarim Wibisono, Constan Karna, Michael Menufandu, I Dewa Gede Palguna, Apolo Safanpo, Bambang Purwoko, Samuel Tabuni, Edwin Partogi, Jaleswari Pramodhawardani, dan perwakilan dari Polri, TNI dan BIN.
Sebelumnya, TGPF dibentuk setelah terjadi kontak tembak yang menewaskan seorang warga sipil, seorang pendeta serta gugurnya satu prajurit TNI. Kasus itu diperkirakan terjadi pada 17 - 19 September 2020.
Usai kontak tersebut, aparat menuding kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB) yang bertanggung jawab atas tewasnya Pendeta Yeremia.
Di sisi lain, KKSB menolak bertanggung jawab atas kematian sang pendeta. Mereka malah menyebutkan bahkan TNI berada di balik kematian sosok itu.
Saling tuding itu membuat Ketua Sinode Gereja Kristen Injil (GKI) Tanah Papua Pendeta Andrikus Mofu meminta pemerintah membentuk tim independen untuk melakukan investasi atas kematian pendeta penerjemah Alkitab ke dalam bahasa Moni itu.