Bisnis.com, JAKARTA – Kabar bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tengah menggodok penyederhanaan kurikulum untuk diterapkan tahun depan ramai dibicarakan di media sosial belakangan ini. Sejumlah pelajaran termasuk sejarah dijadikan tak wajib.
Menanggapi hal itu, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengatakan guru yang mata pelajarannya jadi pelajaran tak wajib saat ini gundah dan cemas.
“Karena yang ramai pelajaran sejarah, ya mereka [guru sejarah] gundah, karena artinya jam mata pelajaran mereka terancam berkurang, konsekuensinya berpengaruh pada kompetensi guru yang harusnya mengajar 24 jam per pekan. Otomatis sertifikasi mereka bisa turun,” jelas Wakil Sekjen FSGI Satriwan Salim kepada Bisnis, Jumat (18/9/2020).
FSGI mengatakan dengan ramainya perbincangan soal rencana itu diharapkan Kemendikbud bisa memberikan ruang aspirasi bagi guru untuk memberikan kritik dan saran terkait penyusunan penyederhanaan kurikulum tersebut.
“Guru, lembaga pendidik tenaga pendidikan seperti universitas pendidikan, pakar kurikulum, dan orang tua siswa harus dilibatkan. Lalu juga harus ada evaluasi pada kurikulum sebelumnya yang ingin disederhanakan atau diubah, jangan sampai tahu-tahu muncul lalu kami guru dijadikan kelinci percobaan,” jelasnya.
Satriwan membeberkan bahwa tak hanya pelajaran sejarah yang jadi 'korban' menjadi pelajaran tak wajib. Sejarah jadi sorotan lantaran dinilai bisa berpengaruh pada rasa nasionalisme murid.
Pelajaran lain yang terkena imbas penyederhanaan antara lain pelajaran agama dan budi pekerti yang disederhanakan menjadi kelompok agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian ada program pendidikan karakter yang justru dibuat mata pelajaran tersendiri.
“Seakan-akan mata pelajaran lain seperti matematika, Bahasa, PPKn, dan pelajaran lainnya tidak mengajarkan pengembangan karakter. Ini bagi saya keliru,” ungkapnya.
Kemudian, ada sejumlah mata pelajaran baru seperti pengalaman dunia kerja untuk SMA, mata pelajaran vokasional, dan kewirausahaan.
“Ini memang bisa menjadi terobosan dan menjadi hal yang baru. Ini bisa direspons mungkin agar sesuai dengan tuntutan zaman. Tapi rencana kurikulum ini bukan jadi lebih sederhana tapi malah jadi makin kompleks, makin beragam, dan malah mengubah kurikulum 2013,” sambungnya.
Dia menegaskan, apabila rencana ini benar, agar ada evaluasi terhadap kurikulum 2013 dan Kemendikbud bisa memberikan ruang aspirasi bagi guru dan satuan pendidikan lainnya untuk menggodok penyederhanaan kurikulum tersebut.