Bisnis.com, JAKARTA - Kehadiran vaksin Covid-19 dinilai tidak akan membuat keadaan kembali normal hingga 2022. Regulator diminta tetap hati-hati dalam memberikan izin darurat vaksin.
Hal itu diungkapkan oleh Kepala Peneliti WHO Soumya Swaminathan. Menurutnya, hanya negara-negara yang bergabung dalam Covax Initiative yang digagas WHO yang dapat mencukupinya.
Namun, jumlah dosisnya masih terlalu sedikit untuk membuat kondisi kembali menjadi normal, kecuali produksi sudah dapat mencapai 2 miliar dosis hingga akhir 2021.
“Orang berpikir pada Januari Anda bisa mendapatkan vaksin dan segalanya kembali menjadi normal. Bukan begitu caranya. Penilaian kami yaitu pertengahan 2021 karena awal 2021 saatnya Anda melihat hasil dari uji coba," katanya seperti dikutip dari South China Morning Post, Rabu (16/9/2020).
Kendati demikian, China sudah punya target yang ambisius. Peneliti Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China Wu Guizhen mengatakan rakyat China akan mendapatkan akses vaksin buatan lokal mulai November atau Desember.
Begitu pula dengan Amerika Serikat. Presiden Donald Trump juga berjanji vaksin akan segera tersedia. Hal ini membuat khawatir regulator AS tunduk pada tekanan politik dan mengeluarkan izin penggunaan darurat sebelum waktunya.
Baca Juga
Menanggapi hal ini, Swaminathan mengatakan setiap regulator negara memiliki otoritasnya masing-masing di teritorialnya. Namun, regulator harus meminta perusahaan pembuat vaksin untuk menyediakan data dan memastikan agar mencabut jika memang uji coba menunjukkan hasil yang tidak sesuai dengan persyaratan.
Rencananya, WHO akan mengeluarkan petunjuk untuk perizinan darurat untuk vaksin pada pekan depan. Semua uji coba yang sedang berlangsung harus ditindaklanjuti setidaknya selama 12 bulan.
WHO memahami bahwa kondisi pandemi membuat regulator di negara-negara mengeluarkan perizinan darurat. Namun, tetap perlu ada kriteria. "Yang ingin kami lihat adalah efikasi, tetapi mungkin masyarakat lebih membutuhkan keamanan [vaksin]," ujarnya.
Sementara itu, rakyat AS masih meragukan janji Trump. Kepala Penasihat Operation Warp Speed (satuan kerja Federal untuk mengembangkan vaksin Covid-19) Moncef Slaoui mengatakan janji Presiden Trump menyediakan vaksin pada hari pemilihan umum akan sulit, tetapi bukannya tidak mungkin.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan AS (FDA) tidak akan secepat itu mengeluarkan izin darurat untuk vaksin pada Oktober. Larry Corey, pemimpin penelitian vaksin National Institutes of Health juga berpendapat demikian. "Kemungkinannnya sangat kecil," katanya dikutip dari CNN International.
Sementara itu Channel News Asia melaporkan China telah melakukan inokulasi (menyuntik) puluhan ribu penduduknya untuk kebutuhan uji coba vaksin.
China meluncurkan program penggunaan darurat vaksin pada Juli, menawarkan tiga suntikan eksperimental yang dikembangkan oleh satu unit raksasa farmasi negara China National Pharmaceutical Group (Sinopharm) dan Sinovac Biotech yang terdaftar di AS. Vaksin Covid-19 keempat yang sedang dikembangkan oleh CanSino Biologics telah disetujui untuk digunakan oleh militer China pada bulan Juni.
Isu keamanan vaksin kini banyak menjadi perbincangan di China. Anna Durbin, peneliti vaksin Johns Hopkins University menilai program penggunaan darurat China sangat bermasalah lantaran tidak mungkin untuk menilai kemanjuran tanpa kelompok kontrol standar uji klinis.
"Anda memvaksinasi orang dan Anda tidak tahu apakah itu akan melindungi mereka," kata Durbin kepada Reuters.