Bisnis.com, JAKARTA -- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengecam tindakan teror melalui doxing terhadap jurnalis Liputan6com, Cakrayuri Nuralam.
Dilansir dari siaran pers yang diterima Bisnis, Sabtu (12/9/2020), korban mengalami doxing secara masif sejak tanggal 11 September 2020. Para pelaku doxing mempublikasikan data pribadi korban seperti foto, alamat rumah, nomor telepon, hingga identitas keluarga. Para pelaku juga membuat narasi yang mengajak orang untuk melakukan tindak kekerasan terhadap korban.
Kejadian ini bermula saat korban menulis sebuah artikel di kanal Cek Fakta Liputan6com tentang verifikasi klaim yang menyebut politisi PDI Perjuangan, Arteria Dahlan, merupakan cucu dari pendiri Partai Komunis Indonesia (PKI) di Sumatera Barat, Bachtaroeddin.
Artikel tersebut terbit pada 10 September 2020, dan keesokan harinya, sekitar pukul 18.20 WIB, selanjutnya ada akun Instagram @d34th.5kull mengunggah foto korban dengan narasi yang mengintimidasi. Kemudian, akun Instagram cyb3rw0lff_, cyb3rw0lff99.tm, _j4ck5on, dan bit_chyd, menyusul dengan narasi serupa.
Sekitar pukul 21.03 WIB, akun @d34th.5kull kembali mengunggah sebuah video provokatif dengan narasi:
“mentioned you in a comment: Demi melindungi kawannya yang terjebak dalam pengeditan data di Wikipedia,oknum jurnalis rela melakukan pembodohan publik. Dan diikuti oleh team kecoa nya di masing-masing media rezim, sementara kita buka dulu 1 monyetnya…sisanya next”
Unggahan seperti itu juga dibuat oleh pemilik akun instagram bit_chyd dan i.b.a.n.e.m.a.r.k.o.b.a.n.e . Mereka mengambil data korban di media sosial kemudian dibuat dalam bentuk video dengan narasi yang provokatif dan intimidatif.
Sejak saat itu, akun media sosial korban diserang oleh berbagai macam komentar yang mengintimidasi. Tidak hanya itu, korban juga merasa rumahnya mulai dipantau oleh beberapa orang yang tidak dikenal.
AJI Jakarta menilai doxing terhadap Cakrayuni merupakan salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap jurnalis yang dilindungi Undang-undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Pasal 18 mengatur, segala bentuk penghalang-halangan aktivitas jurnalistik dapat dijerat pidana, dengan ancaman penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
Segala bentuk protes terhadap artikel yang dimuat harus ditempuh melalui mekanisme yang telah diatur oleh Undang-undang, yakni melalui hak jawab atau mengadukan ke Dewan Pers.
"AJI Jakarta mengutuk segala bentuk teror terhadap jurnalis dan media massa yang menjalankan kerja-kerja jurnalistik," ujar Asnil Bambani, Ketua AJI Jakarta.
Doxing merupakan upaya mencari dan menyebarluaskan informasi pribadi seseorang di internet untuk tujuan menyerang dan melemahkan seseorang atau persekusi online. Doxing adalah salah satu ancaman dalam kebebasan pers di era digital.
"Sudah banyak kasus doxing terhadap jurnalis, namun hingga saat ini belum ada satupun yang diusut tuntas oleh pihak kepolisian. Pada tahun 2018 kasus doxing dialami oleh tiga jurnalis yang bekerja di media Detik.com, Kumparan.com, dan CNNIndonesia.com," ungkap Erick Tanjung, Ketua Divisi Advokasi AJI Jakarta.
Tahun 2019, kasus doxing juga menimpa jurnalis di Tabloid Jubi dan Aljazeera, terkait pemberitaan tentang Papua. Tahun ini, kasus serupa pernah menimpa dua jurnalis Tempo dan satu jurnalis Detik.com.
Atas kasus tersebut, AJI Jakarta menyatakan; pertama, mendesak aparat kepolisian segera mengusut dugaan pelanggaran pidana doxing hingga pelakunya diadili di pengadilan.
Kedua, pemimpin redaksi Liputan6com harus menjamin keselamatan jurnalis dan keluarganya yang terancam karena pemberitaan.
Ketiga, meminta Dewan Pers untuk terlibat aktif menyelesaikan kasus kekerasan terhadap jurnalis, khususnya terkait tindakan doxing.
Keempat, menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk ikut menjaga kemerdekaan pers.
AJI Jakarta juga menegaskan jika ada sengketa pemberitaan, silakan dilaporkan ke Dewan Pers.