Bisnis.com, JAKARTA - Dihapusnya aturan wajib rapid test untuk mendeteksi Covid-19 bagi pelaku perjalanan masih simpang siur, ternyata aturan barunya belum keluar dan pelaku perjalanan baik antarkota maupun internasional yang menggunakan kendaraan seperti pesawat, kapal, atau kereta api tetap dianjurkan melakukan tes.
Sebelumnya, Surat Edaran Nomor HK.02.01/Menkes/382/2020, ditetapkan bahwa baik penumpang maupun awak alat angkut wajib membawa surat keterangan pemeriksaan RT-PCR atau surat keterangan pemeriksaan rapid test yang diterbitkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah dan swasta yang ditetapkan oleh dinas kesehatan daerah kabupaten/kota.
Sementara, mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/413/2020 Tentang Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), untuk menjaring kasus dari pelaku perjalanan akan dimintai dokumen kesehatan menggunakan formulir notifikasi penemuan kasus pada pelaku perjalan.
Pada halaman 44 dan 45 juga disebutkan bahwa seluruh penumpang dan awak alat angkut dalam melakukan perjalanan harus dalam keadaan sehat dan menerapkan prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian Covid-19 seperti menggunakan masker, sering mencuci tangan pakai sabun atau menggunakan hand sanitizer, menjaga jarak satu sama lain (physical distancing), menggunakan pelindung mata/wajah, serta menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Selain itu, penumpang dan awak alat angkut harus memiliki persyaratan sesuai dengan peraturan kekarantinaan yang berlaku dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), yaitu dengan melakukan kegiatan pemeriksaan suhu tubuh terhadap penumpang dan awak alat angkut dan melakukan pemeriksaan lain yang dibutuhkan.
KKP juga akan melakukan verifikasi kartu kewaspadaan kesehatan atau Health Alert Card (HAC) secara elektronik maupun non-elektronik.
Baca Juga
Petugas medis mendata seorang pengendara motor yang akan masuk ke Kota Dumai, di Dumai, Riau, Selasa (8/9/2020). Pemkot Dumai memperketat lalu lintas orang di pintu masuk kota tersebut sejak diumumkan adanya penambahan kasus positif terinfeksi Covid-19 menjadi 261 orang di antaranya 50 orang sedang menjalani perawatan di ruang isolasi RSUD Dumai dan seorang perawat wanita yang bertugas di rumah sakit itu dinyatakan meninggal dunia pada tanggal 7 September 2020 malam. ANTARA FOTO/Aswaddy
Untuk peningkatan kewaspadaan, dinas kesehatan daerah provinsi/kabupaten/kota dapat mengakses informasi kedatangan pelaku perjalanan yang melalui bandara atau pelabuhan ke wilayahnya melalui aplikasi electronic Health Alert Card (eHAC).
Penemuan kasus di pintu masuk dapat menggunakan formulir notifikasi penemuan kasus pada pelaku perjalanan, khususnya bagi yang dari luar negeri. Pelaku perjalanan sendiri didefinisikan sebagai seseorang yang melakukan perjalanan dari dalam negeri (domestik) maupun luar negeri pada 14 hari terakhir.
Formulir tersebut harus diisi oleh KKP dan variabel yang harus diisikan untuk mencatat notifikasi penemuan kasus adalah: Nama, NIK, Umur, Jenis Kelamin, Alamat Domisili 14 hari terakhir (lengkap dengan desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota), Nomor kontak seluler yang dapat dihubungi, tanggal onset (muncul gejala), gejala terkait Covid-19, Riwayat (kontak/perjalanan/tidak ada), kondisi penyerta, status epidemiologi (suspek/probable/konfirmasi), tindakan (rujuk/rawat/isolasi mandiri).
Ketentuan WHO
Sedangkan, untuk mengetahui seseorang termasuk kasus suspek, kontak erat, atau negatif pedoman terbaru tersebut mengacu pada rekomendasi WHO untuk melakukan pemeriksaan molekuler bagi seluruh pasien yang terduga terinfeksi Covid -19 hanya dengan metode deteksi molekuler/NAAT (Nucleic Acid Amplification Test) seperti pemeriksaan RT-PCR atau swab test.
Formulir notifikasi penemuan kasus tersebut selanjutnya dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi untuk direkap dan ditindaklanjuti. Dinas Kesehatan juga dapat melihat notifikasi penemuan kasus terkait kasus yang dikirim spesimennya melalui aplikasi online All Record TC-19 menggunakan akun Dinas Kesehatan.
Belum lama ini tersebar kabar bahwa kewajiban rapid test bakal dicabut, meskipun sinyalnya sudah kuat, namun ternyata aturan resminya belum dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan.
“Belum ada perkembangan terbaru terkait rapid test, masih menggunakan aturan lama,” kata Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito kepada Bisnis, Selasa (8/9/2020).
Oleh karena itu, baik pelabuhan, bandara, dan stasiun masih melakukan rapid test sebagai pemeriksaan awal bagi pelaku perjalanan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Nomor HK.02.01/Menkes/382/2020.
Adapun, penggunaan rapid test masih boleh digunakan selama tidak untuk diagnostik. Rapid test bisa digunakan pada kondisi dengan keterbatasan kapasitas pemeriksaan RT-PCR dan untuk skrining pada populasi spesifik dan situasi khusus.
Sementara itu, dalam hal penghapusan aturan rapid test, Wiku mengungkapkan bahwa pemerintah masih mengkaji pencabutan aturan untuk wajib rapid test untuk pelaku perjalanan.
"Saat ini Satgas Covid-19 sedang melakukan kajian terhadap opsi terbaik untuk pelaku perjalanan dalam rangka untuk menghindari penularan dari satu daerah ke daerah lain," ujar Wiku pada 18 Agustus lalu.
Adapun, Kepala Departemen Epidemiologi FKM UI Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan bahwa penghapusan aturan tes tersebut bisa berakibat fatal.
“Sekarang kalau aturan rapid test dihapuskan, apakah diganti dengan wajib swab test atau tidak ada sama sekali? Kalau tidak diganti dengan yang lebih baik ya jangan dihapus,” ujar Tri Yunis kepada Bisnis, Selasa (8/9/2020).
Menurutnya, jika tidak ada aturan yang lebih baik atau swab test tidak dijadikan lebih murah, ada baiknya kewajiban untuk rapid test tidak dihapuskan.
“Yang menjadi kendala orang tidak mau swab test ini kan karena harganya yang mahal. Bahkan bisa dua sampai tiga kali lipat harga tiket pesawat. Jadi orang malas tes dan malah memilih membuat surat kesehatan palsu. Makanya rapid test bisa jadi pilihan sementara,” jelasnya.
Penjelasan Kemenhub
Menanggapi peraturan Kemenkes yang tak mewajibkan rapid test itu, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengaku masih melakukan kajian bersama dengan Gugus Tugas covid-19 atas persyaratan penghapusan rapid test atau swab test berbasis metode polymerase chain reaction (PCR) selama perjalanan menggunakan transportasi umum termasuk kajian legal terkait aturan HK.01.07/MENKES/413/2020.
Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Novie Riyanto mengatakan sedang melakukan pengechekan secara internal dan hingga kini belum menemukan klausul yang menyatakan rapid test atau PCR dapat dihilangkan.
Selain itu, kata dia, semestinya aturan akan dikeluarkan secara resmi melalui surat edaran (SE) Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19.
Hingga kini, kata dia, terkait kemungkinan peniadaan prosedur rapid test/PCR masih dibahas bersama dengan Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19 dengan meminta sejumlah pandangan dari unsur lain.
“Ini kami juga barusan bahas secara internal setelah dicek dan dibahas internal. Kami belum menemukan di aturan tersebut rapid test tidak diwajibkan. Tidak ada ngomong begitu. Biasanya aturan itu dikeluarkan oleh SE Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19 dan bukan Kemenkes, tetapi kurang tahu juga kami masih lihat legal formalnya,” jelasnya, kepada Bisnis, Selasa (8/9/2020).
Untuk itu, Novie menyebut saat ini kemenhub tidak akan banyak berkomentar terkait persoalan itu karena belum menemukan landasannya.
Sementara itu, Kantor Kesehatan Pelabuhan Denpasar dalam keterangan tertulisnya juga menyampaikan sanggahan terkait adanya informasi terkait pencabutan syarat RDT bagi pelaku perjalanan.
Di antaranya sesuai Kepmenkes nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (per 13 Juli 2020), disebutkan bahwa rapid test tidak digunakan untuk diagnostik.
Penggunaan rapid test tetap dilakukan pada situasi tertentu seperti dalam pengawasan pelaku perjalanan.
Dalam pedoman tersebut dijelaskan dalam rangka pengawasan pelaku perjalanan dalam negeri (domestik), diharuskan untuk mengikuti ketentuan sesuai protokol kesehatan ataupun ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan seluruh penumpang dan awak alat angkut dalam melakukan perjalanan harus dalam keadaan sehat dan menerapkan prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian Covid-19.
Sampai saat ini masih berlaku SE Menkes No. HK.02.01/MENKES/382/2020 tentang Prosedur Pengawasan Pelaku Perjalanan Dalam Negeri di Bandar Udara dan Pelabuhan dalam Rangka Penerapan Kehidupan Masyarakat Produktif dan Aman Terhadap Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan SE Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 9 tahun 2020 tentang Kriteria dan Persyaratan Perjalanan Orang Dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Pengawasan kekarantinaan kesehatan di pintu masuk (pelabuhan, bandar udara, dan PLBDN) dilaksanakan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) yang merupakan unit pelaksana teknis Kementerian Kesehatan, berkoordinasi dengan lintas sektor terkait dan pemerintah daerah.
“Dalam peraturan tersebut disebutkan selain menerapkan prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian Covid-19, penumpang dan awak alat angkut yang akan melakukan perjalanan dalam negeri harus memiliki surat keterangan hasil pemeriksaan RT-PCR negatif yang berlaku paling lama 14 (empat belas) hari atau surat keterangan hasil pemeriksaan rapid test antigen/ antibodi nonreaktif yang berlaku paling lama 14 (empat belas) hari, sejak surat keterangan diterbitkan,” tulis keterangan tersebut