Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyoroti potensi masalah dalam program bantuan sosial di tengah pandemi virus Corona (Covid-19). Skala masalah kesehatan yang luas menyebabkan upaya penanganan dan kontrol menjadi sangat kompleks.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan bahwa jaring pengaman sosial sebagai upaya untuk mitigasi risiko sosial dan ekonom. Namun dalam pelaksanaan tata kelolanya mengalami masalah.
“Masalah yang timbul meretas dari ketidakandalan data, kurang transparannya aparatur di daerah yang ditugaskan untuk melakukan pendataan dan distribusi, hingga ragam bansos yang variatif dan diusung oleh KL yang berbeda namun dengan tujuan yang kurang lebih sama. Sehingga berisiko terjadinya tumpang tindih dalam pelaksanaan,” katanya dalam dalam pidato pembukaan Kick Off Meeting Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dalam Pandemi, Jakarta, Selasa (8/9/2020).
Seperti diketahui, pemerintah memperluas bansos yang telah ada seperti subsidi listrik, program keluarga harapan (PKH), dan bantuan pangan non tunai (BPNT). Kemudian belakangan juga muncul program baru bansos tunai, BLT dana desa, kartu prakerja, banpres produktif untuk usaha mikro kecil, dan bantuan subsidi upah untuk karyawan swasta.
Belum lagi, lanjut Agung, begitu banyak otoritas yang terlibat dan begitu besar risiko penularan yang harus ditekan. Pun para pelaksana, dalam hal ini pemerintah pusat hingga daerah, memiliki informasi yang terbatas mengenai pandemi dan dampak yang menyertainya.
“Minimnya pengalaman dalam menghadapi kasus dengan skala sebesar ini, belum lagi risiko social disobediance [ketidaktaatan sosial],” ujar Agung.
Baca Juga
Padahal upaya menjaga daya beli melalui program jaring pengaman sosial harus dilakukan. Dampak ekonomi, kata Agung, boleh jadi lebih besar dari masalah kesehatan yang ditimbulkan Covid-19.
Oleh karena itu BPK sebagai lembaga negara dengan mandat konstitusional akan memeriksa pengelolaan dan ikut mengawal peratanggungjawaban penggunaan keuangan negara.
“Apakah ada masalah dalam tata kelola anggaran, terkait kompleksitas prosedur pelaksanaan anggaran yang diawali dengan penerbitan DIPA? atau memang ada masalah terkait kapasitas fiskal yang saat ini dikelola pemerintah? Semuanya hanya bisa dijawab melalui pemeriksaan,” jelas Agung.