Bisnis.com, JAKARTA - Paris dilaporkan telah mengerahkan kapal induk bertenaga nuklir Charles De Gaulle untuk pertama kalinya ke Laut Mediterania Timur di tengah meningkatnya ketegangan di wilayah tersebut.
Menurut laporan media lokal, kapal perang yang dinamai negarawan Prancis, Jenderal Charles de Gaulle itu dikawal oleh sejumlah kapal selam Angkatan Laut Prancis yang tidak diketahui jumlahnya seperti dikutip Eurasiantimes.com, Rabu (2/9/2020).
Kapal perang itu merupakan satu-satunya kapal induk bertenaga nuklir lainnya yang beroperasi selain milik Angkatan Laut Amerika Serikat.
Turki mengeritik tindakan itu dan menyebutnya sebagai "Kebijakan Garis Merah" Prancis
"Mereka telah menarik garis merah di Mediterania Timur dan hal itu menantang sikap tegas negara kami," menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh Menteri Luar Negeri Turki.
Sejumlah sumber menyatankan bahwa Charles de Gaulle "siap berperang" dan telah berangkat dari Pelabuhan Toulon di Pantai Mediterania Prancis Selatan. Kapal itu dilaporkan memiliki beberapa jet Rafale, rudal jarak maksimum, persenjataan anti-kapal selam, dan sistem pelacakan dan intersepsi elektronik canggih.
Pengerahan Angkatan Laut Prancis itu mengikuti perintah Presiden Emmanuel Macron terkait sikap Turki.
Macron mengomentari perselisihan berkepanjangan antara Yunani dan Turki yang tidak menunjukkan tanda-tanda akan mereda.
Ketegangan memanas saat Turki mencari cadangan gas di perairan pulau-pulau Yunani di Mediterania Timur. Kapal penelitian Turki, Oruc Reis, dikerahkan untuk menyelidiki endapan di selatan pantai Turki di perairan yang diklaim Athena sebagai wilayahnya.
Untuk menambah kekuatan, Oruc Reis dikawal oleh kapal angkatan laut Turki.
Turki berpendapat daerah tersebut adalah bagian dari landas kontinennya. Bahkan Yunani mengeluhkan jet Angkatan Udara Turki melakukan serangan ke wilayah udaranya.
Konflik serupa terjadi di dekat Siprus, sebuah pulau tempat ditemukan cadangan gas alam yang kaya.
Dalam upaya menenangkan pertikaian tersebut, Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas telah memperingatkan bahwa setiap percikan kecil dapat menyebabkan malapetaka.
Selama berminggu-minggu, Jerman sudah mencoba menengahi perselisihan. Kanselir Angela Merkel beberapa kali melakukan pembicaraan melalui telepon dengan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, dan Perdana Menteri Yunani, Kyriakos Mitsotakis.