Bisnis.com, JAKARTA – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan penanganan Covid-19 di DKI Jakarta masih relatif terkendali meskipun tambahan kasus hariannya menembus angka 1.000 kasus pada Senin (31/8/2020).
Alasannya, dalam sepekan terakhir jumlah kasus aktif pasien terkonfirmasi positif Covid-19 di DKI Jakarta mengalami penurunan secara signifikan. Artinya, jumlah orang yang dirawat atau menjalani isolasi mandiri berkurang.
“Di sisi lain, angka meninggal turun. Kalau diperhatikan secara global, case fatality rate [CFR] global itu 3,4 persen, di Indonesia CFR-nya 4,3 persen di atas angka kematian global, di Jakarta CFR 3 persen,” kata Anies dalam Webinar SDGsx Jakber pada Senin (31/8/2020).
Dia berpendapat, CFR Indonesia bakal mencapai 4,7 persen, jika CFR milik DKI Jakarta tidak diikutsertakan.
Dengan demikian, aktivitas testing masif yang dilakukan Pemprov DKI membuat potensi kematian terhadap pasien komorbid atau masyarakat rentan dapat diantisipasi.
“Mereka bisa dilakukan isolasi atau dirawat, sehingga tidak terlambat dalam penanganannya, jadi meskipun angka kasus baru itu naik tetapi bila jumlah kasus aktif itu menurun dan bila angka kematian kita rendah artinya penanganan Covid-19 itu relatif terkendali,” jelas Anies.
Baca Juga
Menanggapi pernyataan tersebut, Kepala Departemen Epidemiologi FKM UI Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan bahwa dirinya tak paham yang dimaksud Anies dengan terkendali.
“Ini maksudnya terkendali gimana, apakah isolasi mandirinya terkendali, memangnya mengawasinya dengan apa? Nggak pakai CCTV, nggak pakai peraturan, terus bilang terkendali. Masyarakat juga tahu lah, jadi saya nggak tau maksudnya terkendali bagaimana,” kata dia saat ditanyai Bisnis, Selasa (1/9/2020).
Kalau jumlah kasus yang diisolasi menurun, Yunis mempertanyakan kembali soal penambahan kasus Covid-19 yang sampai 1.029 orang.
“Bayangkan kalau jumlah tambahan kasusnya 1.000, itu kasus ringan atau berat. Delapan puluh persen kasus ringan, maka isolasi mandiri. Artinya 800 orang isolasi mandiri. Kalau sehari 1.000 seminggu akan ada berapa? Misalnya sepekan 7.000, 80 persen 5.600 mandiri, apakah itu terkendali? Pengawasannya bagaimana?” ujarnya.
Dia tak yakin puskesmas kelurahan seluruhnya bisa mengawasi satu per satu apakah para pasien yang isolasi mandiri benar-benar tetap di rumah.
Yunis juga mengatakan bahwa zonasi yang ditunjukkan di situs corona.jakarta.go.id bahwa kawasan Jakarta menguning, tidak tepat. Padahal, itu menjadi rujukan baik bagi masyarakat maupun pemerintah daerah untuk menentukan penanganan seperti apa yang tepat.
Pada situs tersebut, wilayah Jakarta didominasi berwarna kuning, hanya beberapa titik yang masuk zona merah.
“Saya bingung juga, sekarang pemerintah daerah itu dengan indikator yang salah dari satgas, yang dipakai dari satgas baik epidemiologis, kesehatan publik, dan layanan kesehatan. Itu semua diskoring dan dijadikan zonasi, merah, oranye, kuning, hijau. Ini menurut saya nggak tepat,” terangnya.
Seharusnya, untuk zonasi yang dilihat cukup indikator epidemiologis saja.
“Kalau berdasarkan indikator epidemiologisnya, ya Jakarta merah semua,” tegasnya.