Bisnis.com, JAKARTA - Eks kuasa hukum Prabowo - Sandiaga Uno, Denny Indrayana mengatakan hasil Pilpres 2019 tidak dapat lagi dipersoalkan, mengikuti putusan Mahkamah Agung (MA) yang baru dibacakan pada Oktober 2019, lima bulan setelah Rachmawati melakukan pengajuan.
Lewat tayangan akun Youtube Refly Harun pada Jumat (10/7/2020). Denny mengatakan terlepas ada yang setuju atau tidak, keputusan hasil Pilpres 2019 sudah final dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
"Terlepas saya tidak setuju dengan [keputusan] Mahkamah Konstitusi itu, saya harus menghormatinya dan tidak ada forum lain yang bisa dijadikan pintu masuk untuk menyoal hasil Pilpres 2019 dari kaca mata hukum tata negara," katanya.
Adapun banyak pihak yang mempersoalkan hal tersebut baik dari kacamata sosiologis maupun akademik adalah bagian dari kebebasan berpendapat.
Guru Besar Tata Hukum Negara ini memaparkan alasan kuat bahwa putusan Mahkamah Agung (MA) tidak dapat membatalkan kemenangan Jokowi - Ma'ruf.
Pertama, sengketa hasil Pilpres sudah divonis oleh MK bahwa keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dianggap sah. Kedua, yang diuji MA adalah norma hukum, tidak terkait dengan sengketa hasil pilpres 2019.
Baca Juga
Ketiga, kalaupun ini dikaitkan sengketa hasil pilpres maka syarat Jokowi - Ma'ruf untuk menang, menurut perhitungan KPU, terpenuhi. Kemenangan tersebut terdiri dari syarat lebih dari 50 persen plus satu dan kemenangan di atas 20 persen di setengah jumlah provinsi
Keempat, keputusan MA diterbitkan 28 Oktober, 8 hari setelah pelantikan. Putusan ini berlaku prospektif atau berlaku ke depan, tidak retroaktif atau berlaku ke belakang.
"Putusan ini tidak bisa lagi dipertimbangkan dalam sebuah prosesi pemilu," ungkapnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Rachmawati Soekarnoputri dan kawan-kawan diputuskan menang melawan KPU di MA terkait dengan Pasal 3 Ayat (7) Peraturan KPU Nomor 5/2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum.
Pada putusan tersebut MA menyebutkan bahwa pasal dalam PKPU itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Putusan MA tersebut telah diketok oleh Ketua Majelis Supandi pada tanggal 20 Oktober 2019. Namun, baru dipublikasikan pada pekan ini.
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harus mengungkapkan hal ini mengundang tanya. Oleh karena di antara pengajuan dan putusan, banyak peristiwa penting, mulai dari penetapan KPU, putusan Mahkamah Konstitusi, sampai pelantikan presiden dan wapres terpilih.
"Jadi seperti sengaja menunggu semua perhelatan berlangsung dan berakhir," ujarnya dalam video yang diunggah pada Jumat (10/7/2020).