Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly mengatakan pihaknya akan melakukan pemulihan aset (asset recovery) terkait pembobolan dana BNI senilai Rp1,7 triliun oleh Maria Pauline Lumowa.
Yasonna mengatakan pemulihan aset tersebut akan dilakukan setelah dilakukan proses hukum terhadap Maria.
"Melalui proses hukum setelah penyidikan tentunya kami bersama-sama penegak hukum lainnya nanti akan melakukan asset recovery," kata Yasonna, Kamis (9/7/2020).
Dia mengatakan pihaknya bakal melakukan sejumlah upaya terkait pemulihan aset ini. Misalnya, melakukan pembekuan rekening dan blokir akun.
Hal itu dilakukan, karena pemerintah mencurigai masih adanya aset-aset terkait pembobolan ini yang berada di sejumlah negara termasuk Belanda.
"Segala upaya hukum kita akan melakukan mutual legal assistance untuk melakukan freeze ke aset, kemudian blokir akun dan lain-lain. Tentu bisa kita lakukan setelah proses hukum ada di sini," jelasnya.
Baca Juga
Hanya saja, lanjut Yasonna upaya tersebut membutuhkan proses. Dia mengatakan pemulihan ini tidak bisa langsung terjadi hanya dalam hitungan hari atau jam.
"Tapi saya katakan itu tidak langsung besok dapat, tapi ada prosesnya," katanya.
Sebelumnya, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengekstradisi buronan kasus pembobolan Bank BNI cabang Kebayoran Baru, Maria Pauline Lumowa dari Serbia.
Sepanjang 17 tahun pelariannya, Maria diketahui kerap kali bolak-balik Singapura - Belanda. Bahkan, yang bersangkutan dinyatakan memiliki kewarganegaraan Belanda pada 1979.
Adapun, dalam menjalankan aksinya Maria membobol kas bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif. Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta euro atau sama dengan Rp 1,7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' lantaran bank plat merah itu tetap meneken jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi BNI.
Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.
Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri. Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, pada 27 Juli 1958 tersebut belakangan diketahui keberadaannya di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura.
Akhirnya, Maria ditangkap oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia pada 16 Juli 2019. Kemudian pemerintah melakukan upaya ekstradisi kepada pihak Interpol Serbia