Bisnis.com, JAKARTA - Kejaksaan Agung memeriksa Yulia, komisaris sekaligus pemilik saham PT Central Steel Indonesia terkait kasus korupsi pemberian dan penggunaan fasilitas kredit dari Bank Mandiri cabang Surakarta. Dalam kasus ini keuangan negara ditaksir rugi Rp473 miliar.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono mengemukakan tim penyidik memeriksa Yulia sebagai saksi.
Penyidik menggali keterangan dari Yulia ihwal pengawasan pemilik saham PT CSI atas kasus yang menyebabkan Bank Mandiri cabang Surakarta rugi hingga Rp473 miliar.
"Tim penyidik memeriksa saksi tersebut selaku komisaris dan pemegang saham PT CSI dalam kasus korupsi pemberian dan penggunaan fasilitas kredit dari Bank Mandiri kepada PT CSI," tutur Hari, Rabu (1/7/2020).
Seperti diketahui, tim penyidik Kejagung menerbitkan Sprindik Jilid II kasus tersebut karena ditemukan fakta baru dalam proses penyelidikan.
Penyelidikan itu merupakan tindak lanjut putusan dari Pengadilan Tipikor Jakarta atas nama terdakwa Erika W. Liong selaku Direktur Utama PT CSI dan Mulyadi Supardi alias Hua Ping selaku Pengurus PT CSI.
Baca Juga
Erika divonis 4 tahun dan denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan penjara dan Hua Ping 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider tiga bulan penjara.
Namun, dalam pembayaran uang pengganti sebesar Rp201 miliar, Pimpinan Majelis Hakim Mas’ud membebankan pada korporasi PT CSI. Sementara PT CSI sendiri dalam status pailit.
Kasus berawal saat PT CSI, yang merupakan perusahaan peleburan besi bekas menjadi besi beton dan besi bulir untuk bahan bangunan pada 2005, mendapatkan fasilitas kredit dari Bank Mandiri selama 2011-2014.
Ternyata, permohonan kredit sebesar Rp472 miliar lebih dilakukan dengan data dan laporan keuangan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasar arsip berita Bisnis.com, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. telah memutuskan untuk menempuh jalur hukum melalui pengadilan niaga guna meminta kejelasan pembayaran utang PT Central Steel Indonesia senilai Rp480 miliar.
Kuasa hukum PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Ryan G. Lubis mengakui permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) tersebut merupakan langkah terakhir.
Terlebih, perusahaan yang memproduksi baja tersebut telah berhenti beroperasi sejak akhir tahun lalu. "Kami sudah mencoba untuk menagih, tetapi tidak mendapat kejelasan," kata Ryan kepada Bisnis, Minggu (7/8/2016).
Pihaknya mengklaim jumlah piutangnya dalam perkara ini mencapai Rp480 miliar. Nilai tersebut merupakan akumulasi utang pokok, bunga, dan denda yang dihitung hingga permohonan diajukan pada 22 Juli 2016.
Dia menjelaskan perkara tersebut bermula sejak PT Central Steel Indonesia (CSI) selaku termohon mengajukan fasilitas pinjaman pada 2011. Pinjaman tersebut rencananya digunakan untuk pembangunan pabrik dan modal kerja.
Dalam perkembangannya, pembayaran dari termohon mengalami keterlambatan kendati penagihan sudah dilakukan berkali-kali. Pemohon yang memiliki kode emiten BMRI tersebut telah menawarkan restrukturisasi utang secara internal pada 2013.
Akan tetapi, tidak ada respons positif yang riil dari termohon. Terlebih, operasional pabrik yang berada di Kecamatan Cikande, Kabupaten Serang ternyata telah berhenti per Desember 2015 dan ribuan buruh telah dirumahkan sejak Agustus 2015.
Selengkapnya silakan baca Bank Mandiri Upayakan Restrukturisasi Utang PT Central Steel Indonesia