Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. mutuskan menempuh jalur hukum melalui pengadilan niaga guna meminta kejelasan pembayaran utang PT Central Steel Indonesia senilai Rp480 miliar.
Kuasa hukum PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Ryan G. Lubis mengakui permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) tersebut merupakan langkah terakhir.
Terlebih, perusahaan yang memproduksi baja tersebut telah berhenti beroperasi sejak akhir tahun lalu. "Kami sudah mencoba untuk menagih, tetapi tidak mendapat kejelasan," kata Ryan kepada Bisnis, Minggu (7/8/2016).
Pihaknya mengklaim jumlah piutangnya dalam perkara ini mencapai Rp480 miliar. Nilai tersebut merupakan akumulasi utang pokok, bunga, dan denda yang dihitung hingga permohonan diajukan pada 22 Juli 2016.
Dia menjelaskan perkara tersebut bermula sejak PT Central Steel Indonesia (CSI) selaku termohon mengajukan fasilitas pinjaman pada 2011. Pinjaman tersebut rencananya digunakan untuk pembangunan pabrik dan modal kerja.
Dalam perkembangannya, pembayaran dari termohon mengalami keterlambatan kendati penagihan sudah dilakukan berkali-kali. Pemohon yang memiliki kode emiten BMRI tersebut telah menawarkan restrukturisasi utang secara internal pada 2013.
Akan tetapi, tidak ada respons positif yang riil dari termohon. Terlebih, operasional pabrik yang berada di Kecamatan Cikande, Kabupaten Serang ternyata telah berhenti per Desember 2015 dan ribuan buruh telah dirumahkan sejak Agustus 2015.
Ryan menuturkan berdasarkan informasi yang diketahui, salah satu pemegang sahamnya merupakan warga negara asing. Pemohon belum mengetahui pasti keberadaan pemegang saham tersebut maupun direksi perusahaan.
Ketidakjelasan pihak dari termohon menjadikan bank memilih jalur PKPU untuk mendapatkan kepastian hukum atas piutangnya. "Kami hanya ingin termohon bisa menyelesaikan utangnya, skema pembayaran maupun sumber dana bisa diusulkan melalui rencana perjanjian perdamaian forum rapat kreditur."
Dalam perkara yang terdaftar dengan No. 74/Pdt.Sus-PKPU/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst tersebut, pemohon mengusulkan tim pengurus yang terdiri dari Imran Nating, Tri Hartanto, dan Arman Hanis.
Dalam persidangan, ketua majelis hakim Wiwik Suhartono mempermasalahkan kedudukan hukum dari pihak termohon. Kuasa hukum salah satu pemegang saham yang hadir dinilai tidak berwenang mewakili termohon.
"Ketentuan Undang-undang No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas hanya mewajibkan direksi atau kuasanya yang hadir," kata Wiwik.
Majelis hakim tetap meminta pihak termohon membuat surat kuasa sesuai ketentuan dalam undang-undang tersebut maupun anggaran dasar perusahaan. Jika dalam persidangan selanjutnya tidak dipenuhi, termohon dinilai tidak menggunakan haknya untuk membantah klaim pemohon.
Wiwik menyarankan pemegang saham maupun direksi menyelesaikan masalah internal perusahaan. Menurutnya, terdapat perbedaan persepsi yang menyebabkan pemegang saham memutuskan untuk berinisiatif mewakili perusahaan.
"Perkara PKPU ini harus diputus sebelum 22 Agustus 2016, termohon agar segera menyelesaikan masalahnya dulu," ujarnya.
Majelis hakim menunda persidangan dengan agenda penyerahan jawaban dari termohon hingga 10 Agustus 2016.