Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi angkat bicara terkait pernyataan penasihat hukum terdakwa kasus suap dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Imam Nahrawi.
Diketahui penasihat hukum Imam menyebut JPU KPK tidak mendalami lebih lanjut sadapan pembicaraan aliran uang ke mantan Jaksa Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Adi Toegarisman dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi.
Plt. Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri menyebutkan selama persidangan Imam Nahrawi tidak kooperatif.
"Berdasarkan informasi JPU, selama persidangan Imam Nahrawi tidak kooperatif mengakui fakta adanya penerimaan sejumlah uang maupun pengetahuannya mengenai dugaan pihak-pihak lain juga menerima sejumlah uang sebagaimana apa yang disampaikan penasihat hukumnya tersebut," kata Ali Fikri, Rabu (1/7/2020).
Ali mengatakan perkara sudah diputus dan Imam Nahrawi dinyatakan bersalah berdasarkan alat bukti yang cukup sejak awal penyidikan. Hal ini pun termasuk sadapan tersebut.
"(Sadapan), justru merupakan petunjuk benar adanya penerimaan uang oleh Terdakwa selaku Menpora saat itu," ujar Ali.
Baca Juga
Apabila Imam Nahrawi tidak menerima putusan, Ali menyatakan masih ada kesempatan untuk menempuh langkah upaya hukum lanjutan yakni banding.
"Dan jika saat ini tim penasihat hukum maupun terdakwa Imam Nahrawi mempunyai bukti-bukti yang sekarang akan diakuinya, silakan lapor ke KPK," ucap Ali.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis 7 tahun penjara kepada mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi. Hal itu disampaikan Hakim Ketua Rosmina saat membacakan putusan, Senin (29/6/2020).
Selain pidana, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) itu juga dihukum membayar denda Rp400 juta subsider 3 bulan kurungan.
Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sejumlah Rp18.154.230.882. Jika uang tersebut tidak diabayarkan paling lambat 1 bulan setelah putusan maka harta milik Imam dapat disita untuk kemudian dilelang.