Bisnis.com, JAKARTA – Ketegangan di perbatasan India dengan China diperkirakan mengganggu rantai pasokan perusahaan AS yang berbasis di negara Asia Selatan tersebut.
Dilansir dari Bloomberg, keputusan oleh pejabat bea cukai yang secara sepihak menghentikan izin pengiriman yang datang dari China di pelabuhan dan bandara utama telah menimbulkan kekhawatiran di antara produsen AS yang berbasis di negara itu.
"Kami prihatin dengan dampak embargo yang tidak terduga pada impor barang dari negara-negara tetangga akan pada rantai pasokan dan manufaktur," kata presiden Forum Kemitraan Strategis India-AS Mukesh Aghi dalam surat yang dikirim kepada sekretaris Departemen Promosi Industri dan Perdagangan India Guruprasad Mohapatra.
Kurangnya informasi terhadap jenis pengiriman apa yang diembargo dapat mengancam kelangsungan bisnis dan mengganggu operasi manufaktur. Nilai perdagangan India dengan AS mencapai US$87,95 miliar pada tahun fiskal 2019. Namun China tetap menjadi pemasok global terbesar di India dan Beijing memiliki surplus perdagangan sekitar US$50 miliar dengan New Delhi.
"Tidak ada perintah resmi dari Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri India saat ini untuk menghentikan impor," kata Yogesh Baweja, juru bicara kementerian perdagangan.
Dia menambahkan bahwa masalah mungkin disebabkan oleh keterlambatan prosedur bea cukai. Juru bicara kementerian keuangan India Rajesh Malhotra menolak berkomentar.
Baca Juga
India telah meningkatkan pembatasan impor menyusul meningkatnya ketegangan perbatasan dengan China di Himalaya pada 15 Juni, yang mengakibatkan kematian 20 tentara India.
Pemerintah federal India telah meminta perusahaan untuk mendaftarkan pembelian dari China dan memberikan tanda bagi barang-barang penting sehingga dapat mengidentifikasi impor yang tidak penting yang dapat diganti dengan produk lokal.
Kementerian Perdagangan juga mengevaluasi langkah-langkah non-tarif termasuk inspeksi, pengujian produk, dan persyaratan sertifikasi mutu yang disempurnakan untuk memeriksa impor dari China untuk menghindari pelanggaran terhadap peraturan Organisasi Perdagangan Dunia.