Bisnis.com, JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kementerian Dalam Negeri berkomitmen untuk berkoordinasi dalam hal pencegahan dan pemberantasan pencucian uang dan pendanaan terorisme yang memanfaatkan koperasi, khususnya Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Unit Simpan Pinjam (USP).
Selain itu, PPATK dan Kemendagri berkomitmen meningkatkan pengawasan terhadap non-profit organization (NPO) yang berpotensi disalahgunakan untuk pendanaan terorisme.
Kepala PPATK Dian Ediana Rae dan Mendagri Muhammad Tito Karnavian sepakat untuk menindaklanjuti pertemuan tersebut dengan pertemuan di level teknis guna pembahasan koordinasi pengawasan KSP/USP antara Menkop, Mendagri, PPATK dan Pemda.
Selain itu, kedua kementerian dan lembaga ini juga sepakat melakukan pembinaan kepada Penyedia Barang dan/atau Jasa Lainnya (PBJ) termasuk pengenaan sanksi bagi yang tidak patuh serta mengawasi penerimaan dan pemberian sumbangan oleh NPO kepada organisasi masyarakat.
Mendagri Tito mengatakan siap bersinergi dengan PPATK dalam membangun skema pengawasan yang lebih optimal guna menjaga koperasi maupun NPO disalahgunakan sebagai sarana kejahatan.
Lebih lanjut, dia menyatakan upaya ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman terkait penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ) dan kewajiban pelaporan kepada PPATK.
Baca Juga
“Pengawasan terhadap KSP, USP, perizinan bagi perusahaan properti, pedagang kendaraan bermotor, pedagang perhiasan/emas, akan terus dievaluasi karena masih rentannya berbagai unit usaha tersebut dijadikan sarana bagi pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme,” kata Tito dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis, Selasa (16/6/2020).
Sementara itu Kepala PPATK menjabarkan bahwa berdasarkan data Sectoral Risk Assessment yang dihimpun PPATK bersama sejumlah lembaga terkait, tidak kurang terdapat 11.672 populasi yang terdiri atas 7.326 perusahaan/agen properti, 3.305 pedagang kendaraan bermotor, 877 pedagang permata dan perhiasan/logam mulia, dan 49 pedagang barang seni dan antik.
Dari total populasi tersebut, baru 1.535 yang sudah tercatat di PPATK dengan rincian 1.090 perusahaan/agen properti, 351 pedagang kendaraan bermotor, 27 pedagang permata dan perhiasan/logam mulia, dan 2 pedagang barang seni dan antik.
Adapun, pihak yang sudah terdaftar tersebut telah menyampaikan 3.806 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) selama periode tahun 2012 hingga Juni 2020.
Oleh karena itu sinergi PPATK dengan Kemendagri sangat diperlukan guna memperkuat kepatuhan terhadap rezim aturan anti-pencucian uang dan pendanaan terorisme (APU/PPT) dari seluruh pihak tersebut.