Curiga Anak Kecil
Masyarakat Malvinas mulai was-was pada akhir Maret ketika seorang anak kecil mengalami gangguan pernapasan di rumah sakit dengan bantuan ventilator. Namun, hasil tes dari London, Inggris, menyatakan si anak negatif virus corona.
Fasilitas kesehatan di Malvinas memang tidak mumpuni untuk menguji orang-orang terpapar virus corona. Konfirmasi positif harus berasal dari Inggris.
Kabar tak mengenakkan itu datang pada 3 April. Menurut Merco Press, sampel uji seorang penghuni Mount Pleasant Complex (MPC) dinyatakan positif virus corona.
Sejumlah tes penghuni MPC akhirnya menghasilkan 13 total kasus di Malvinas hingga 25 April. Kabar baiknya, tidak ada penduduk asli terkena COVID-19.
Ke-13 pasien berstatus personil British Forces South Atlantic Islands yang mangkal di MPC. Pada akhir April, seluruh pasien tersebut dinyatakan sembuh.
Penempatan tentara berkekuatan sekitar 1.200 orang di MPC menunjukkan pentingnya pertahanan Malvinas bagi Inggris. Perang Malvinas melawan Argentina pada 1982 membuat Inggris siaga penuh di wilayah berstatus British Overseas Territory tersebut.
Otoritas Malvinas dalam buku Our Islands, Our History mengklaim bahwa orang Inggris merupakan pendatang pertama pulau itu pada 1592. Catatan perdana pendaratan terekam pada 1690 ketika seorang Inggris bernama John Strong menginjakkan kaki pada Januari 1690.
Permukiman pertama dibangun di barat dan timur masing-masing oleh Inggris dan Prancis pada dekade 1760-an. Tak lama, Prancis menjual bagian koloninya kepada Spanyol.
Tak mau berbagi dua, Spanyol mengusir orang-orang Inggris pada 1774. Kendati terusir, Inggris tetap mengklaim sebagai pemilik kedaulatan tanah Malvinas.
Pada 1811, Spanyol mengosongkan pulau sembari tetap mengklaim sebagai pemilik sah. Di daratan Amerika, Spanyol juga harus kehilangan salah satu koloninya, Argentina, pada 1816.
Sekitar 4 tahun kemudian seorang perwira atas nama pemerintahan Buenos Aires datang mengklaim Malvinas, meneruskan status penguasaan bekas penjajahnya, Spanyol. Menyadari kondisi Malvinas, Inggris lantas mengirimkan tentara untuk mengambil alih pulau.
Kapten Inggris, Onslow, mengusir kapal Argentina dan empat warga sipil ketika mendarat pada 1833. Pemerintahan sipil resmi dibentuk Inggris pada 1843 di bawah pimpinan seorang gubernur.
Oleh Argentina, keberadaan warga merupakan wujud kedaulatan. Ketika mereka diusir Inggris, jejak Argentina terhapus. Namun, bukan berarti Argentina tidak berusaha merebut kembali Malvinas.
Saling klaim masih terbawa hingga era modern ketika Argentina membawa masalah Malvinas ke forum PBB. Sayang, gayung tidak bersambut.
Frustasi tak kunjung berhasil, pemerintahan Presiden Leopoldo Castelli mengirimkan pasukan ke Malvinas pada 2 April 1982. Perang Malvinas pun dimulai.
Inggris membalas dengan mendaratkan militer, termasuk pasukan khusus Special Air Service (SAS), pada 14 Mei.
Perang tak berlangsung lama karena militer Argentina menyerah pada 14 Juni—atau 74 hari semenjak invasi—dengan perebutan Ibu Kota Stanley. Perang memakan korban 255 tentara Inggris tewas dan 649 orang pasukan Argentina.
Kekalahan itu diratapi Argentina. Kemenangan Tim Nasional Argentina atas Inggris di perempat final Piala Dunia 1986, salah satunya lewat gol “tangan Tuhan” Diego Maradona, dianggap sebagai pembalasan kekalahan perang.
Meskipun keok perang, Argentina masih terobsesi menguasai Malvinas. Pemimpin-pemimpin Argentina setelah Castelli terus membangun narasi kembalinya pulau tersebut ke pangkuan ‘ibu pertiwi’.