Bisnis.com, JAKARTA - Kepolisian Denver diperintahkan untuk tak lagi menggunakan gas air mata, peluru karet dan peralatan pengamanan seperti granat kejut untuk membubarkan pengunjuk rasa yang turun ke jalan untuk memprotes pihak kepolisian ataws tewasnya seorang warga kulit hitam, George Floyd.
Perintah itu datang dari putusan hukum atas gugatan masyarakat di Ibu Kota negara bagian Colorado, Amerika Serikat, pada Jumat (5/6/2020) waktu setempat. Hakim mengeluarkan perintah itu untuk sementara waktu setelah masyarakat pada sehari sebelumnya, Kamis (4/6/2020), menggugat aparat di Pengadilan Distrik Denver.
Gugatan itu dilayangkan para pengunjuk rasa yang mengadukan penggunaan alat berlebihan untuk membubarkan massa aksi. Hasil putusan itu mengutip sejumlah data mengenai demonstran dan wartawan yang luka-luka akibat aksi polisi.
"Ketakutan para pengunjuk rasa terhadap aksi balas dendam polisi membungkam kebebasan menyampaikan pidato politik. Padahal, pengunjuk rasa menggelar aksi demonstrasi damai yang sah dan kredibel," demikian isi putusan itu, seperti dilansir Antara, Sabtu (6/6/2020).
Floyd, seorang warga asli Houston, tewas beberapa saat setelah ditangkap dan disiksa polisi. Lehernya diinjak oleh seorang anggota kepolisian Kota Minnesota, Derek Chauvin, ketika ditangkap bulan lalu. Pelaku saat ini telah dipecat dari kepolisian dan dituntut tiga pasal pidana.
Video penangkapan Floyd menunjukkan seorang polisi berlutut di atas leher Floyd selama hampir sembilan menit.
Baca Juga
Namun, tewasnya Floyd telah memicu aksi unjuk rasa yang memprotes aksi brutal polisi. Ribuan warga AS turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi.
Demonstran berkumpul memenuhi depan gedung Kongres, Capitol, tiap harinya, selama lebih dari satu minggu. Massa berseru dan membawa poster yang berisi pesan menentang tindakan yang mengakibatkan kematian Floyd.
Beberapa pengunjuk rasa sempat memecahkan jendela di gedung Mahkamah Agung dan museum terdekat pada 29 Mei malam. Sejumlah kaca depan pertokoan juga pecah dan sejumlah orang menjarah barang di toko.
Gugatan hukum yang dilayangkan empat aktivis itu turut mengakui beberapa pengunjuk rasa "terlibat melakukan perbuatan merusak", tetapi mayoritas demonstran menggelar aksi damai.
"Walaupun demikian, Departemen Kepolisian Denver ... dan kesatuan kepolisian lainnya, telah terlibat dalam taktik pengendalian kerusuhan tanpa mengeluarkan peringatan yang jelas dan perintah untuk membubarkan diri," demikian isi gugatan tersebut.
Setidaknya, satu perempuan mengalami luka mata serius lantaran terkena proyektil, tulis gugatan itu.
Putusan pengadilan mengutip sejumlah kasus warga yang mengalami luka-luka. Beberapa di antaranya terekam lewat video. Dalam video itu, polisi terlihat menembakkan gas air mata, proyektil, dan langkah lain yang melanggar hak konstitusi masyarakat AS untuk berkumpul dan berunjuk rasa.
Wartawan juga kerap jadi sasaran tembak polisi, khususnya terjadi "saat mereka sedang meliput kejadian," demikian isi putusan.
Dalam putusannya, Hakim R. Brooke Jackson mengatakan Kepolisian Denver telah "gagal menjalankan tugasnya untuk mengatur kesatuannya sendiri".
"Jika jendela toko harus dipecahkan untuk mencegah wajah demonstran hancur atau mata mereka rusak permanen, itu lebih baik dilakukan," kata Jackson dalam isi putusannya setebal 10 halaman.
Petugas polisi bereaksi setelah demonstran melemparkan kembang api ke arah mereka saat aksi unjuk rasa di Downtown Los Angeles, Amerika Serikat, Sabtu (30/5/2020). Aksi tersebut sebagai protes terhadap kematian George Floyd, seorang pria kulit hitam tak bersenjata yang meninggal ketika ditangkap seorang petuga polisi Minneapolis. Blommberg/ AFP via Getty Images - Apu Gomes
Juru bicara Kepolisian Denver, Tyrone Campbell, mengatakan pihaknya akan mematuhi putusan pengadilan.
Sementara itu, penasihat hukum dari empat penggugat, Milo Schwab, mengatakan putusan itu merupakan sebuah 'kemenangan'.
"Putusan ini akan memastikan warga yang berunjuk rasa menentang aksi brutal polisi bukan sasaran brutalitas kepolisian," kata dia.