Bisnis.com, JAKARTA – Penegakan hukum berdasarkan Undang-Undang No. 36/1999 tentang Telekomunikasi mencatat sejarah baru setelah majelis memutus bersalah nahkoda kapal tug boat.
Vonis yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Balai Karimun pada Mei lalu, dilakukan setelah PT Ketrosden Triasmitra selaku pengelola jaringan fiber optik tersebut meminta pertanggungjawaban pelaku perusakan ke aparat penegak hukum.
Titus Dondi, CEO Triasmitra, menjelaskan bahwa kasus ini berawal pada 4 Juli 2019, melalui pemantauan sistem monitoring Triasmitra, telah terjadi gangguan disebabkan putusnya koneksi di sekitar perairan Tanjung Balai Karimun.
Pihaknya segera melakukan pengecekan dan menemukan ada apal tug boat TB Bintang Ocean 3 dan tongkang Winbuild 2312 berbendera Singapura milik Hai Seng Marine Pte Ltd yang sedang melego jangkar pada lokasi kerusakan.
"Nahkoda kapal tug boat TB Bintang Ocean 3 bernama Djunaidi Tan yang menarik tongkang Winbuild 2312 milik Hai Seng Marine Pte Ltd mengakui bahwa kapal tersebut tidak bisa bergerak karena jangkar tongkang tersangkut sehingga memutus tali jangkar tongkang Winbuild," ujarnya, Selasa (2/5/2020).
Dia melanjutkan, setelah melakukan pengecekan di lapangan ditemukan jangkar tongkang winbuild 2312 yang ditarik oleh Kapal (tug boat) TB Bintang Ocean 3 milik Hai Seng Marine Pte Ltd dalam kondisi tersangkut pada kabel fiber optik Palapa Ring Barat dan kondisi kabel sudah dalam keadaan rusak.
Baca Juga
Mengetahui kabel fiber optik sudah dalam keadaan terputus, Triasmitra segera melaporkan hal tersebut kepada Kepolisian setempat yang kemudian menetapkan Djunaidi Tan, nahkodaTB Bintang Ocean 3 milik Hai Seng Marine Pte Ltd sebagai tersangka.
Setelah melalui beberapa kali sidang, pada 18 Mei 2020, majelis Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun telah membacakan Putusan No. 2/Pid.Sus/2020/PN.Tbk yang menyatakan terdakwa Djunaidi Tan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi.
Dia divonis hukuman denda Rp500 juta subsider 3 bulan penjara.
"Saya berharap dengan adanya keputusan ini berbagai pihak khususnya pihak-pihak yang melakukan kegiatan di laut menjadi lebih perhatian terhadap keberadaan dan keamanan kabel fiber optik bawah laut sebagai sarana vital Negara," ujarnya.
Putusan tersebut, kata dia, perlu diperhatikan karena segala tindakan dari pihak manapun yang meyebabkan putusnya kabel telekomunikasi bawah laut adalah merupakan suatu bentuk tindak pidana karena melanggar ketentuan Pasal 55 juncto Pasal 38 Undang-undang (UU) No. 36/1999 tentang Telekomunikasi.
Syarif Lumintarjo, CEO PT Palapa Ring Barat, sebelumnya menyambut positif keputusan majelis hakim atas kasus ini.
"Pada akhirnya memang keputusan hakim bertujuan agar semua pihak peduli atas keberadaan dan keamanan sarana telekomunikasi baik yang ada di darat maupun di laut demi kemajuan telekomunikasi Indonesia di tengah globalisasi dunia," katanya.