Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo akhirnya mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang mengatur tentang pemilihan kepala daerah melalui Perpu No. 2 Tahun 2020.
Perpu tersebut mengatur beberapa hal, khususnya terkait dengan kelangsungan tahapan pelaksanaan pilkada ditengah pandemi Covid-19. Kendati begitu, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem mencatat terdapat beberapa catatan dalam Perppu tersebut.
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan pemerintah terlalu memaksakan diri untuk menjadwalkan pemungutan suara Pilkada 2020 pada bulan Desember. Kesan yang muncul di dalam Perppu ini, terutama ketentuan di dalam Pasal 201A ayat (3), tahapan pilkada seolah hanya mencakup persoalan pemungutan suara saja.
"Padahal, jika pemungutan suara dilaksanakan pada Desember, tahapan Pilkada 2020 yang saat ini ditunda mesti dimulai kembali selambat-lambatnya pada Juni 2020. Sebelum tahapan dimulai kembali, tentu pada Mei ini KPU dan Bawaslu, serta stakeholder pemilu lainnya sudah mesti bersiap kembali melanjutkan tahapan pilkada," jelas Titi, Rabu (6/5/2020).
Selain itu, ketentuan dalam Perppu yang mensyaratkan KPU untuk mendapatkan persetujuan bersama dengan DPR dan pemerintah sebelum menunda dan melanjutkan kembali tahapan pilkada, tidak sejalan dengan prinsip kemandirian KPU.
Dalam hal penanganan bencana nonalam pandemi Covid-19, tentu KPU perlu berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB) dan Kementerian Kesehatan.
Dia mengatakan Perppu Pilkada ini masih menggunakan pendekatan tata kelola teknis pilkada dalam situasi normal, karena sama sekali tidak memberi ruang bagi penyesuaian pelaksanaan tahapan pilkada sejalan masa penanganan pandemi Covid-19.
Selanjutnya, Perppu pilkada yang diterbitkan Presiden Jokowi luput mengatur soal anggaran pelaksanaan pilkada. Terdapat pula kondisi perekonomian yang tidak normal sebagai akibat pandemi Covid-19.
"Perlu penegasan dan pengaturan mekanisme pengelolaan dana untuk biaya pilkada yang sudah dianggarkan sebelumnya, untuk kondisi normal tanpa ada pandemi Covid-19," jelasnya.
Apabila nanti anggaran pilkada yang sudah disiapkan mengalami kekurangan, menurut Titi, Perppu ini diharapkan mampu menjawab sumber uang untuk menutupi kekurangan tersebut. "Tetapi, hal itu justru luput dari pengaturan di dalam Perppu," terangnya.
Adapun terkait dengan materi muatan, Perppu No. 2 Tahun 2020, hanya terdiri dari 3 pasal, dengan dilengkapai pasal pembuka tentang eksistensi undang-undang pilkada yang sudah berubah beberapa kali, dan yang satunya adalah ketentuan penutup tentang perberlakuan.
Ketiga pasal yang mengatur mekanisme pilkada sebagai akibat dari pandemi Covid-19 adalah perubahan Pasal 120, penambahan Pasal 122A, dan penambahan Pasal 201A. Jika dikelompokkan, perpu yang diteken Presiden Jokowi pada 4 Mei 2020 ini mengatur beberapa hal saja:
Pertama, situasi seperti bencana alam, bencana nonalam, kerusuhan, gangguan kemanan, dan gangguan lainnya yang menyebabkan pelaksanaan tahapan pelaksanaan kepala daerah tidak dapat dilaksanakan, maka pilkada akan dilanjutkan dengan mekanisme pemilihan lanjutan.
Kedua, KPU RI berwenang menerbitkan penundaan pilkada dengan keputusan KPU sebagai akibat adanya gangguan terhadap tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah.
Ketiga, penetapan keputusan untuk menunda dan melanjutkan tahapan pilkada oleh KPU RI, mesti didasarkan pada persetujuan bersama antara KPU, Pemerintah, dan DPR.
Keempat, tahapan Pilkada 2020 yang awalnya direncanakan untuk dilaksanakan pada September 2020 ditunda menjadi Desember 2020.
Kelima, dalam hal pemungutan suara pada Desember 2020 tidak dapat dilaksanakan, akan dilakukan penjadwalan kembali pelaksanaan pilkada sesuai dengan mekanisme yang diatur di dalam Pasal 122A.