Bisnis.com, SURABAYA – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menyebut sekitar 40 persen objek yang kerap menjadi bahan hoaks selama penanganan pandemi Covid-19 ini adalah pemerintah.
Sekjen AMSI Wahyu Dhyatmika mengatakan dari riset Oxford Univeristy dan Reuters membuktikan dari 4.000 konten cek fakta yang diproduksi seluruh dunia sejak Covid-19 terjadi, sekitar 40 persen adalah tentang isu-isu bagaimana pemerintah menangani pandemi Covid-19.
"Bagaimana pemerintah menangani pandemi itu yang kerap menjadi bahan hoaks. Contohnya, presiden akan menghukum seumur hidup kepala daerah yang tidak menyalurkan bansos atau Gubernur Sumut yang diisukan mempersilakan orang datang ke masjid, setelah dicek fakta ternyata tidak benar," jelasnya saat Webinar Stategic Dialog Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa bersama 100 pemimpin media, Selasa (5/5/2020) malam.
Dia menjelaskan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut saat ini bukan hanya terjadi pandemi, tetapi juga infodemi yakni wabah misinformasi, banyaknya penyebaran hoaks, atau kabar kibul yang justru semakin meluas setelah wabah terjadi.
"Memang wajar karena virus ini penuh dengan ketidakpastian, ada banyak berbagai informasi berkembang. Lalu masyarakat menciptakan sendiri dan setiap orang tiba-tiba menjadi pakar sehingga menambah kebingungan publik," ujarnya.
Dalam riset Oxford itu menyebutkan bahwa dari kabar yang beredar, 60 persen merupakan hasil manipulasi dari informasi yang akurat, dan 40 persennya memang fabrikasi murni.
"Lalu dalam penyebaran kabar itu, 20 persen berasal dari opinion maker seperti dari selebriti atau influencer. Meski hanya 20 persen, mereka justru punya pengaruh karena followernya banyak sehingga dampaknya bisa 70 persen," jelasnya.
Untuk itu, lanjut Wahyu, jurnalis punya peran kunci bagaimana bisa bersama-sama mengatasi penyebaran misinformasi.
"Ini juga sudah disampaikan Sekjen PBB dalam World Press Freedom Day 2 hari lalu bahwa jurnalisme justru lebih diperlukan terlebih di era wabah. Peran media dalam menyebarluarkan informasi yang akurat sangat penting dan sangat dinanti publik," paparnya.
Wahyu menambahkan saat ini adalah kesempatan dalam bersinergi antara jurnalis dan pemerintah yang diharapkan ada transparansi pemerintah dalam menyampaikan data dan fakta.
AMSI sudah mengisiasi platform cekfakta.com yakni platform kolaborasi yang dibuat pada 2018 yang saat itu untuk menyambut pemilu. Sebelumnya ada 22 media, sekarang semua anggota AMSI sudah mendapatkan pelatihan dan fact checking dan verifikasi atas informasi hoaks yang beredar.
"Anggota AMSI juga bekerja sama dengan Facebook untuk membongkar hoaks di Facebook," kata Wahyu.