Bisnis.com, JAKARTA - Starbucks Corp telah membuka hampir semua gerai di China, tetapi masih menghadapi dampak turunnya pendapatan karena virus corona. Pada tahun fiskal 2020, Starbucks memperkirakan kehilangan 15 persen hingga 25 persen pendapatan di China.
Selain itu, penjualan secara gloal diprediksi turun 10 persen pada kuartal kedua, sedikit melebihi perkiraan rata-rata, yakni penurunan 9,7 persen yang disusun oleh Consensus Metrix. China dan AS diketahui merupakan pasar utama Starbucks.
Starbucks juga melihat 2020 merupakan tahun bagi anjloknyap pendapatan perusahaan, meski AS kemungkinan akan segera mengikuti China yang telah membuka aktivitas ekonomi.
Karena pandemi mulai memengaruhi penjualan AS hanya pada akhir kuartal pertama, dampak pada hasil kuartal ketiga akan jauh lebih besar dan meluas ke kuartal keempat pada tingkat yang lebih moderat.
Dilansir Bloomberg, Rabu (29/4/2020), perusahaan telah mengatakan akan mengambil pendekatan toko demi toko untuk melanjutkan kembali kegiatan bisnis di AS. Lokasi yang tersisa di AS terbatas untuk layanan drive-thru, pengiriman dan pengambilan.
Starbucks mengatakan rencana ini akan mengacu pada pengalaman perusahaan di China, di mana 98 persen toko saat ini dibuka kembali dan beroperasi di bawah jadwal atau protokol yang dimodifikasi.
Baca Juga
Namun, diluar prediksi angka-angka kerugian tersebut, perusahaan yang berbasis di Seattle itu mengatakan program penghargaan loyalitasnya kini mencapai 19,4 juta anggota aktif, meningkat 15 persen dari tahun sebelumnya.
Menanggapi paparan itu, saham Starbucks turun kurang dari 1 persen persen menjadi US$78 pada akhir perdagangan Selasa, 28 April 2020.