Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyatakan Keputusan Presiden No.12/2020 tidak bisa jadi legitimasi force majeure untuk membatalkan perjanjian hukum maupun kontrak.
Diketahui, Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu mengeluarkan Keppres No.12/2020 tentang tentang Penetapan Bencana non-alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai Bencana Nasional.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan penjelasan Mahfud MD soal Keppres tersebut memang dibutuhkan. Menurut Hariyadi, penjelasan Mahfud memastikan bahwa Keppres No.12/2020 bukan jadi landasan untuk force majeure dalam sebuah perjanjian hukum.
"Kalau memang seperti itu berarti sudah jelas at least kita tahu bahwa itu bukan landasan force majeure," ucap Hariyadi kepada Bisnis, Rabu (15/4/2020).
Dia mengatakan sebelum dijelaskan oleh Mahfud, pemahaman soal Keppres ini menjadi multi tafsir. Menurutnya, banyak pihak yang menafsirkan Keppres ini sebagai legitimasi kondisi force majeure dalam suatu perjanjian hukum dan kontrak.
"Itu kita sudah klir sudah jelas bagus kalau bukan untuk force majeure, karena sebagian kalangan menafsirkan sebagai force majeure, yang penting harus ada penjelasan karena orang menafisrkannya berbagai macam. Jadi memang harus disampaikan maksud dari ini. Seharusnya memang ada penjelasan terkait Keppres ini," kata Hariyadi.
Baca Juga
Sebelumnya, Mahfud MD menilai Kepres No. 12/2020 tidak bisa dijadikan dasar untuk membatalkan kontrak. Dia menjelaskan Keppres tentang Penetapan Virus Corona (Covid-19) sebagai Bencana Nasional tak bisa diartikan sebagai legitimasi seperti force majeure sehingga membatalkan kontrak antarpihak.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menyatakan kontrak-kontrak antarpihak akan tetap terikat pada ketentuan Pasal 1338 Kita Undang-undang Hukum Perdata (KUHP). Relaksasi atas ketentuan itu, jelasnya, bisa diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).