Bisnis.com, JAKARTA – Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Atma Jaya Jakarta melalui program studi ekonomi pembangunan akan mempelajari persoalan pembangunan industri, perbankan, keuangan, dan bisnis.
Dekan Fakultas Ekonomi Unika Atma Jaya Irenius Dwinanto Bimo menjelaksan Atma Jaya tengah mendorong pengembangan pendidikan ekonomi berkelanjutan.
Hal itu dilakukan mengingat mahasiswa prodi ekonomi pembangunan akan berkutat dengan analisis berbagai isu perekonomian untuk mencari dan menemukan solusi dari berbagai persoalan ekonomi secara kritis, kreatif, dan inovatif.
“Program studi ini mempersiapkan mahasiswa menjadi perencana bidang pembangunan ekonomi sehingga bisa turut membantu terciptanya kesejahteraan bersama,” ujar Irenius dikutip dari keterangan resmi yang diterima Bisnis, Selasa (14/4/2020).
Irenius memerinci, Program Studi Ekonomi Pembangunan menawarkan kurikulum yang mendukung lahirnya analis keuangan yang dibutuhkan masa depan.
Dia menyebutkan saat ini prinsip ekonomi tidak lagi bicara modal sekecil-kecilnya dan keuntungan sebesar-besarnya.
Menurut Irenius Industri keuangan sudah tidak lagi bisa dijalankan as business as usual. Otomasi keuangan, kecerdasan buatan (AI), cryptocurrency dan munculnya perusahaan teknologi keuangan (fintech) sebagai disrupsi pada industri keuangan memungkinkan perkembangan yang transformatif.
Pada sisi lain, lanjut Irenius, meningkatnya perhatian dan kepedulian masyarakat terhadap isu-isu publik seperti kesehatan, pendidikan, pemerataan ekonomi, lingkungan, kesetaraan gender, perlindungan terhadap kaum minoritas menjadi bagian yang tidak dapat dilepaskan dari semua industri saat ini, termasuk industri keuangan.
“Kami ingin mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, dengan memperkaya kurikulum program studi ekonomi pembangunan, ini merupakan kontribusi kami terhadap masyarakat dan negera.” ujar Irenius.
Seperti diketahui semua negara anggota PBB mengadopsi agenda tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) pada 2015. SDGs menjadi panggilan bersama untuk mengentaskan kemiskinan, melindungi bumi dan memastikan perdamaian dan kesejahteraan dapat dirasakan oleh semua orang pada 2030 guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
Tren meningkatnya perhatian pelaku industri terhadap program-program SDGs dapat tergambar pada studi KPMG tahun 2018. Studi itu menunjukan bahwa 40 persen dari 250 perusahaan raksasa di dunia memasukkan SDGs sebagai salah satu strategi bisnis mereka.
Di masa mendatang analisis kebijakan, termasuk perencanaan keuangan suatu sektor, daerah, pemerintahan, perbankan; adalah pekerjaan yang sangat menjanjikan. Hal itu sejalan dengan target untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGS) poin delapan mengenai pemerataan pertumbuhan ekonomi dan pekerjaan.
F.X. Adji Pratikto, Kepala Program Studi Ekonomi Pembangunan Unika Atma Jaya menambahkan, konsentrasi kurikulum progam studi ini adalah mendorong mahasiswa menguasai analisis keuangan untuk pembangunan manusia di masa mendatang.
Misalnya, dalam dunia perbankan, siapakah yang berhak mendapatkan hak meminjam uang untuk usaha. Fintech yang bertumbuh dengan pesat sangat mendukung arah pergerakan pinjam meminjam secara inovatif dengan crowdsourcing.
“Ini adalah salah satu andil pendidikan tinggi bagi masyrakat dan dengan menerapkan kurikulum ini bukan hanya merespons pada kebijakan kampus merdeka dari Kemdikbud tapi yang lebih utama berkontribusi terhadap pemecahan isu-isu masalah sosial sesuai dengan ilmu kami,” ujar Pratikto.
Di sini mahasiswa didorong untuk menguasai kemampuan analisis keuangan di tengah pertumbuhan dunia Fintech yang sangat pesat. Pertumbuhan ditandai dengan pergerakan pinjam meminjam yang inovatif dengan crowdsourcing, konsep pendanaan era digital.
Untuk itu penguasaan kemampuan untuk menganalisis kebijakan keuangan di berbagai sektor seperti perbankan dan pemerintahan adalah profesi yang sangat menjanjikan untuk mendukung tercapainya SDGs.