Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

THR, PHK, dan Covid-19 Bencana Nasional

Pada tingkat daerah, gubernur, wali kota, bupati didapuk sebagai Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di daerah.
Foto aerial proses pemakaman jenazah pasien virus corona atau COVID-19 di Taman Pemakaman Umum (TPU) Pondok Ranggon, Jakarta, Kamis (9/4/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha
Foto aerial proses pemakaman jenazah pasien virus corona atau COVID-19 di Taman Pemakaman Umum (TPU) Pondok Ranggon, Jakarta, Kamis (9/4/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo atau Jokowi menetapkan pandemi Covid-19 yang disebabkan virus corona SARS-CoV-2 menjadi bencana nasional, Senin (13/4/2020).

Covid-19 sebagai bencana nasional diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana non-alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai Bencana Nasional.

Berdasarkan Keppres Nomor 12 Tahun 2020, penanggulangan bencana nasional yang diakibatkan oleh penyebaran Covid-19 dilaksanakan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

Jokowi sebelumnya menerbitkan Keppres Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 sebagaimana telah diubah dengan Keppres Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Keppres Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020.

Pada tingkat daerah, gubernur, wali kota, bupati didapuk sebagai Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di daerah.

Penting digarisbawahi bahwa dalam menetapkan kebijakan di daerah masing-masing para kepala daerah itu harus memperhatikan kebijakan pemerintah pusat.

Jadi, tidak ada dualisme seperti kebijakan kontradiksi pemerintah (Kementerian Perhubungan dan Kementerian Kesehatan) dalam hal operasional ojek online (ojol) untuk mengangkut penumpang.

Untuk dualisme ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tetap mengacu pada peraturan menteri kesehatan sebagai dasar pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sejak diberlakukan pada 10 April 2020, yakni ojol tidak bisa mengangkut penumpang, kecuali barang.

Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie menilai bahwa perubahan status pandemi Covid-19 menjadi bencana nasional adalah sesuatu yang wajar, karena setiap kebijakan pasti memiliki kelemahan.

Menurutnya, keselamatan rakyat Indonesia harus menjadi fokus pemerintah bagaimana pun caranya. Perubahan kebijakan wajar dilakukan, tetapi yang terpenting adalah tindakan konkret penyelamatan rakyat.

"Yang penting semua elemen bangsa harus kompak dulu untuk keselamatan bersama. Beda pendapat pasti ada, kekurangan dalam kebijakan pasti ada, apalagi kalau sengaja dicari. Kita pastikan dulu semua dilaksanakan dengan baik dan yang terpenting adalah tindakan penyelamatan konkret," ujarnya, Senin (13/4/2020).

Jimly tidak memungkiri bahwa penetapan bencana nasional pada 13 April 2020 menggambarkan para pembantu Presiden sangat lamban dalam bertindak untuk menangani manajemen krisis. Pasalnya, jika berkaca dari Amerika Serikat yang baru mendapat temuan pasien positif Covid-19 setelah Indonesia, telah mendeklarasikan Darurat Nasional pada 13 Maret 2020.

Sedangkan, di Indonesia baru diterbitkan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu [No. 1/2020] pada 31 Maret 2020, lalu Keppres [No. 12/2020] bencana nasional pada 13 April 2020.

Kini, semua pihak termasuk pengusaha dan buruh harus saling melindungi, mengayomi dan berempati pada kesulitan yang dihadapi bersama.

Covid-19 sebagai bencana nasional, bisa menjadi alasan kuat merujuk keadaan kahar (force majeure).

Pakar Hukum Tata Negara Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Jentera Bivitri Susanti menjelaskan Keppres ini merupakan landasan hukum kuat untuk merujuk pandemi Covid-19 sebagai keadaan tak terduga, walaupun terbilang terlambat untuk dikeluarkan.

"Memang Keppres ini bisa menjadi dasar yang kuat bagi force majeure dalam sebuah kontrak, tapi sebenarnya tujuan Keppres 12/2020 ini bukan hanya untuk itu, tapi ini memang Keppres yang harusnya keluar sejak 1 bulan yang lalu," ungkapnya, Senin (13/4/2020).

Bivitri menjelaskan bahwa Keppres ini memang punya konsekuensi tak terpenuhinya berbagai kewajiban kontrak bisnis, akibat Covid-19 sebagai 'sesuatu hal yang tak terduga' seperti tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Keppres itu dianggap penting sebagai landasan hukum berbagai regulasi dan relaksasi yang diterbitkan pemerintah, termasuk realokasi angaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Keppres harusnya jadi dasar untuk semua kebijakan hukum pemerintah yang kemarin-kemarin sudah keluar duluan misalnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), dan lain-lain.

Seperti diketahui, keadaan kahar merupakan salah satu klausa yang sering tercantum dalam suatu perjanjian/kontrak pokok dan kerap diterjemahkan sebagai 'keadaan memaksa'.

Suatu peristiwa yang rak terduga seperti bencana alam atau bencana nasional, terorisme, perang, biasanya termasuk keadaan kahar, yang sebelumnya juga harus bisa dibuktikan secara hukum.

Bagaimana dampaknya pada dunia usaha?

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai Covid-19 sebagai bencana nasional dapat berimplikasi terhadap semua perjanjian hukum antara para pihak.

Artinya dalam keadaan yang di luar perkiraan implikasi hukumnya, semua perjanjian hukum menjadi lebih fleksibel, karena dalam keadaan kahar atau force majeur.

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani menyebut meski menjadi lebih fleksibel, para pihak yang terikat dalam perjanjian hukum tidak boleh saling menekan satu sama lain.

Dalam situasi force majeur, sambungnya, para pihak yang terikat perjanjian harus duduk bersama dan mencari solusi bersama.

 Misalnya, terkait dengan perjanjian kerja bersama antara perusahaan dan karyawan atau buruh, pihak perusahaan tidak bisa seenaknya, seperti melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap buruh atau pekerjanya. Pun sebaliknya, pihak buruh atau karyawan diharapkan tidak menekan pihak perusahaan untuk membayarkan, misal, Tunjangan Hari Raya (THR).

Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 mencatat adanya penambahan kasus baru pasien positif Covid-19 di Indonesia, yakni sebanyak 316 orang, sehingga total pasien terkonfirmasi Covid-19 menjadi 4.557 kasus. 

Penambahan kasus positif Covid-19 itu diperoleh dari hasil pemeriksaaan polymerase chain reaction (PCR). 

Selain itu, ada penambahan kasus meninggal sebanyak 26 kasus. Dengan demikian, hingga Senin (13/4/2020),  ada 399 orang yang meninggal akibat virus SARS-CoV-2 di Indonesia. Di sisi lain, ada peningkatan sebanyak 21 pasien yang sembuh. Dengan begitu, total ada 380 pasien yang telah sembuh. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nancy Junita
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper