Bisnis.com, JAKARTA - Komisi II DPR bersama pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri, serta penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, dan DKPP) memastikan bahwa Pilkada 2020 yang pemungutan suaranya dijadwalkan pada 23 September 2020, ditunda.
Skema penundaannya sementara waktu dilakukan dengan format Pilkada Lanjutan. Di mana tahapan yang sudah dilaksanakan tapi terhenti akan kembali dilanjutkan ketika masa penundaan telah berakhir. Kapan keputusan penundaan berakhir? Berdasar persetujuan bersama antara KPU, Pemerintah, dan DPR.
Menyikapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan DPR, Pemerintah, dan penyelenggara pemilu memenuhi dorongan dan aspirasi masyarakat untuk mengedepankan perlindungan pada kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat.
Penundaan, jeda, atau penghentian pilkada/pemilu juga dilakukan oleh lebih dari 34 negara di dunia yang sama seperti Indonesia, sedang berada dalam fase elektoral.
"Pemerintah perlu segera menindaklanjuti kesimpulan rapat DPR ini dengan menerbitkan Perpu penundaan pilkada, yang materi muatannya menjawab segala implikasi teknis atas keputusan penundaan pilkada dimaksud," papar Titi Selasa (31/3/2020).
"Mulai dari dampak anggaran, status keberlanjutan tahapan pilkada, status keberlanjutan personel ad hoc yang sudah direkrut oleh jajara KPU dan Bawaslu."
Titi mengatakan pemerintah perlu terbuka dan partisipatoris dalam melakukan penyusunan Perpu, agar materi muatan yang akan diatur Perpu dapat mencakup seluruh kebutuhan hukum bagi legalitas penyelenggaraan pilkada pascapenundaan.
Selain itu, KPU perlu proaktif dalam menyiapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang memuat dampak atau konsekuensi penundaan pilkada secara komprehensif; pilihan-pilihan skenario dan simulasi jadwal pilkada yang baru; serta informasi menyeluruh soal implikasi teknis dari penundaan Pilkada 2020 yang akan dihadapi penyelenggara, peserta, maupun pemilih.
"DIM ini harus disusun dengan memperhatikan prinsip-prinsip pemilihan yang demokratis serta mengutamakan keselamatan dan perlindungan terhadap seluruh warga negara," jelasnya.
Langkah proaktif KPU ini juga harus diambil dengan tetap membuka ruang bagi publik dan pemangku kepentingan kepemiluan untuk bisa terlibat, berpartisipasi, dan memberikan masukan dalam penyusunan DIM maupun berbagai skenario jadwal dimaksud.
Selanjutnya, Perludem juga mendorong Perpu untuk mengatur perbaikan sistem penganggaran pelaksanaan Pilkada pascapenundaan, agar tidak lagi bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tetapi langsung dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Hal tersebut dimaksudkan demi proses pengajuan, persetujuan, pencairan, serta pertanggungjawaban yang lebih efektif dan akuntabel. Selain itu, pembiayaan pilkada dari APBN juga untuk menghindari terjadinya politisasi dalam proses penganggarannya yang bisa mengganggu kemandirian dan imparsialitas para penyelenggara pemilu.