Bisnis.com, JAKARTA - Selama beberapa hari terakhir, China melaporkan penurunan jumlah kasus virus corona, COVID-19, kecuali di Hubei, tempat virus pertama kali muncul akhir tahun lalu.
Namun, dengan lebih dari 1.000 kasus sekarang dilaporkan di luar negeri setiap hari, China memiliki kekhawatiran baru, penularan yang dibawa warganya yang kembali setelah bepergian dan orang asing yang datang ke negaranya.
Saat ini sebagian besar di beberapa wilayah tidak memiliki kasus infeksi baru. Namun, dikonfirmasi ada 15 kasus impor, hampir setengahnya melibatkan sekelompok orang China yang bekerja di sebuah restoran di kota Bergamo, utara Italia, serta orang yang bepergian dari Iran dan seorang pria yang datang dari Inggris melalui Hong Kong.
"Kami telah mengantisipasinya di awal, tapi gagal dalam antisipasi akhirnya," kata Dr Zhang Wenhong, Direktur Departemen Penyakit Menular Rumah Sakit Huashan.
"Kami pikir selama China mengendalikan situasi, dunia akan terhindar dari bencana, tapi sekarang setelah wabah di China berangsur-angsur terkendali, kekacauan tumbuh di dunia."
Zhang mengatakan khawatir melihat peningkatan mendadak dalam kasus yang dikonfirmasi di seluruh dunia, yang meningkatkan risiko memicu lonjakan kasus baru di China.
Baca Juga
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menaikkan penilaian risiko untuk wabah COVID-19 global dari tinggi menjadi sangat tinggi pada hari Jumat (28/2/2020), tingkat siaga tertinggi.
WHO berhenti menggunakan pandemi, peringatan tertinggi sebelumnya, setelah epidemi global H1N1 2009. Dengan konfirmasi penyebaran komunitas di sejumlah negara di luar China, Beijing meningkatkan upaya karantina yang ditujukan untuk mereka yang bepergian ke China dari luar negeri.
Wang Xue, pejabat di Biro Pemeriksaan dan Karantina Masuk dan Keluar Chengdu mengatakan, China saat ini tidak memiliki prosedur khusus untuk orang yang datang dari negara lain selain karantina 14 hari.
"Tapi jika kita memiliki seseorang yang datang dari daerah berisiko tinggi, seperti Korea Selatan, Iran, atau Italia, kami memiliki staf yang akan menindaklanjuti para penumpang selama masa karantina mereka untuk memastikan tidak ada risiko penularan virus," tutur Wang.
Di antara semua negara yang berjuang melawan COVID-19, Iran, dengan lebih dari 2.000 terinfeksi dan lebih dari 70 kematian, memiliki potensi untuk mengekspor sejumlah besar kasus yang dikonfirmasi kembali ke China.
Lebih dari 700 mahasiswa China sedang belajar di Qom, pusat penyebaran wabah di Iran, menurut seorang mahasiswa China di Universitas Qom yang tidak disebutkan namanya. Sedangkan Ibu Kota, Teheran, adalah tuan rumah bagi komunitas China yang bahkan lebih besar yang bekerja di bidang konstruksi, katering, dan industri lainnya, termasuk banyak mahasiswa di Universitas Teheran.
Dengan pelepasan persyaratan visa pemerintah Iran pada September 2019 lalu, semakin banyak wisatawan juga telah berkunjung.
Antara September dan Desember tahun lalu, jumlah wisatawan China yang memasuki Iran naik 130.000 dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, menurut kantor berita resmi Iran, IRNA.
Untuk mencoba dan menghindari penyebaran virus lebih lanjut dan dengan meningkatnya kesulitan dalam melacak sejarah perjalanan penumpang yang ditimbulkan oleh penerbangan tidak langsung, semua warga negara China di Iran telah disarankan untuk terbang langsung kembali ke China daripada transit melalui lokasi lain.