Bisnis.com, JAKARTA- Rancangan Undang-undang Keamanan dan Ketahanan Siber mesti mengakomodasi kebutuhan semua pemangku kepentingan.
Tony Budidjaja, pendiri sekaligus penasihat Indonesia Cyber Law Forum (ICLF) mengatakan bahwa RUU ini harus memayungi kepentingan semua pemangku kepentingan seperti sektor industri dan profesi.
"Harus disusun secara utuh. Bukan hanya mengakomodasi kepentingan pemerintah. Kami melihat bobot mengenai perekonomian digital masih kurang," ucapnya, Kamis (5/3/2020).
Materi RUU ini, lanjutnya, mesti dipertajam pada beberapa area seperti keamanan data pada infrastruktur publik, serta keamanan data pribadi. Keamanan data, tuturnya, merupakan aspek yang tidak kalah penting dibandingkan dengan aspek-aspek fisik lainnya.
Tahun lalu, ketika RUU ini dibahas, sempat terjadi penolakan dari masyarakat sehingga pengesahan regulasi ini ditangguhkan untuk sementwra waktu. Tony menilai penolakan itu wajar karema masyarakat mesti skeptis dan kritis.
Karena itu, ucapnya, butuh komitmen dan kemauan dari Pemerintah untuk menyosialisasikan manfaat dari regulasi tentang keamanan siber.
Pada Rabu (4/3/2020), ICLF menggelar diskusi tentang keamanan siber. Dalam kegiatan ini, Ardi Sutedjo, Ketua Indonesia Cyber Security Forum yang menjadi salah satu pemateri mengatakan bahwa, ada beberapa kekurangan dalam RUU KKS tersebut seperti tidak dibahasnya klasifikasi data sehingga muncul ketidakjelasan data apa yang mesti dilindungi pada ruang siber.
"Selain itu, ada juga ketidakjelasan pembagian tanggung jawab pada perlindungan infrastruktur kritis nasional," tuturnya.
Dia juga menilai RUU itu tidak melibatkan peran perguruan tinggi dan pemangku kepentingan lainnya dalam pengembangan kompetensi sumber daya manusia (SDM).
"Ada beberapa catatan kritis dari kami seperti pemerintah harus menjadi pelopor yakni menyiapkan standar keamanan tertinggi di sistem elektroniknya terutama pada sistem yang ada data pribadi," terangnya.
Selain itu, terkait peran Pemerintah selaku regulator, terdapat beberapa kelemahan misalnya ketiadaan badan pengawas, kurang jelasnya sanksi ke Pemerintah atau aparatur sipil negara (ASN) atas kegagalan perlindungan data pribadi.
Sementara itu, Anton Setiawan, Direktur Proteksi Ekonomi Digital Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menegaskan bahwa dalam draft RUU, tidak ada satu pasal juga yang menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan penyadapan secara massal sebagaimana yang ditakutkan oleh publik.
"Karena itu ayo kita bersama-sama menjaga agar semua pihak menjalankan perannya masing-masing, dengan baik," tuturnya.