Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pakar Hukum Tolak Pemersatuan Perhimpunan Advokat Indonesia

Luthfi mengungkapkan intervensi negara, melalui Menkopolhukam dan Menkumham cenderung mengarahkan kepada sistem wadah tunggal advokat (single bar) dan bukannya multi-bars.
Menko Polhukam Mahfud MD saat memberikan penjelasan kepada wartawan, Rabu (26/2/2020)/Bisnis-Nindya Aldila
Menko Polhukam Mahfud MD saat memberikan penjelasan kepada wartawan, Rabu (26/2/2020)/Bisnis-Nindya Aldila

Bisnis.com JAKARTA -- Pakar hukum dan advokat senior Luthfi Yazid menilai penyatuan organisasi advokat yang dilakukan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) tidak tepat.

Berdasarkan keterangan tertulis, Luthfi mengungkapkan intervensi negara, melalui Menkopolhukam dan Menkumham cenderung mengarahkan kepada sistem wadah tunggal advokat (single bar) dan bukannya multi-bars. “Sebab itu secara tegas harus dilawan dan ditolak,” katanya, Kamis (27/2/2020).

Hal ini menyusul dilakukannya penyatuan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) yang sempat terpecah menjadi tiga kembali bersatu dan berhimpun dalam satu wadah organisasi tunggal.

Pemersatuan Peradi difasilitasi oleh Menteri Koordinator bidang Politik Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dan Menkumham Yasonna Laoly. Mahfud mengatakan kesepakatan itu dicapai hari Selasa malam (25/2) di Jakarta.

Hal ini dilakukan lantaran dengan mempersatukan organisasi advokat ini dapat meningkatkan peran advokat dalam mengarahkan pembentukan payung hukum bagi negara.

Luthfi yang juga merupakan salah satu pendiri dan Wakil Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI) berpendapat konstitusi UUD 1945 sebagai meta-norm, kesepakatan luhur dan rujukan utama memberikan jaminan bagi kebebasan berserikat dan berorganisasi. Ini dijamin dalam Pasal 28 UUD 1945 sebagai hak fundamental warga negara.

“Ini artinya pengekangan terhadap organisasi advokat agar hanya berbentuk single bar, bukan saja bertentangan dengan realitas objektif dunia advokat, tetapi juga melanggar konstitusi,” tuturnya.

Hal ini dapat menyebabkan munculnya anggapan adanya upaya dari Menkopolhukam dan Menkumham agar kebijakan pemerintah dapat dukungan dari organisasi advokat sebab banyak kebijakan pemerintah yang jauh dari rasionalitas hukum, kebenaran dan keadilan.

Kedua, upaya homogenisasi, penyeragaman juga mengancam Pasal 31 UUD 1945 karena berpotensi memblokir pembelajaran masyarakat. Organisasi Advokat adalah juga media pembelajaran bagi warga masyarakat hukum dan pembuka jalan untuk mendapatkan access to justice.

“Ruang pembelajaran kepada publik mestinya diperluas, dan bukan diciutkan,” ujarnya.

Ketiga, upaya untuk membuat wadah tunggal organisasi advokat sudah dilakukan sejak Orde Baru, tetapi tidak berhasil.

“Bukankah saat ini OA di Tanah Air sudah mencapai sekitar 28? Mestinya, jika dianggap terlalu banyak maka yang dapat diterapkan adalah threshold system of lawyers association, seperti parliamentary threshold bagi partai politik.

Misalnya, lanjutnya, adanya verifikasi dan validasi dengan syarat memiliki kantor dan pengurus di tingkat daerah di beberapa provinsi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nindya Aldila

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper