Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia Sura Advokat Indonesia (Peradi SAI), Juniver Girsang mengusulkan adanya reformulasi Pasal 230 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Usulan ini dia sampaikan langsung saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI dengan agenda menerima masukan terkait RUU Hukum Acara Pidana, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (23/3/2025).
“Pasal 230 kami mengusulkan ditambah ayat 3, ini harus tegas, hakim dilarang menjatuhkan pidana pada terdakwa kecuali hakim memperoleh keyakinan dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, bahwa tidak ada tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya,” urainya.
Adapun, dalam materi yang Juniver sampaikan, usulannya ini dilatar belakangi oleh hilangnya keharusan adanya minimal 2 alat bukti yang sah dalam menerapkan asas “in dubio pro reo” untuk menjatuhkan putusan telah merugikan hak advokat melakukan pembelaan kepada kliennya.
“Karena ini bisa merugikan kita di dalam pembelaan, tidak jelas alat buktinya apa tapi dengan keyakinannya, jadi ada dua alat bukti tapi didukung keyakinan,” tukasnya.
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menyebut sebenarnya apabila sudah ada dua alat bukti yang dirasa cukup maka tak perlu waktu lama untuk menuju proses persidangan.
Baca Juga
“Atau jika tidak ditemukan [dua alat bukti], maka tidak diproses sama sekali. Kejelasan ini penting demi kepastian hukum,” katanya dalam kesempatan yang sama.
Sebagaimana diketahui, dalam materi yang disampaikan Juniver dalam draf bunyi pasal 230 RUU KUHAP hanya terdapat dua ayat berikut:
Ayat 1 berbunyi: jika hakim berpendapat bahwa hasil pemeriksaan di sidang, tindak pidana yang didakwakan terbukti secara sah dan meyakinkan, Terdakwa dipidana.
Ayat 2 berbunyi: jika hakim berpendapat bahwa hasil pemeriksaan di sidang, tindak pidana yang didakwakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, Terdakwa diputus bebas.