Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Hubei, China, akan melacak pembelian obat batuk dan demam dalam beberapa pekan terakhir untuk mendeteksi pasien virus corona (Covid-19) yang tidak teridentifikasi.
Hal tersebut merupakan langkah terbaru dari pemerintah dalam upaya untuk menghentikan penyebaran virus. Sebelumnya, otoritas setempat telah memberlakukan kebijakan lockdown terhadap puluhan juta orang, membuka rumah sakit baru dan pusat isolasi, mewajibkan pemeriksaan suhu mandiri, dan melakukan pencarian orang-orang yang menunjukkan gejala infeksi virus corona dari rumah ke rumah.
Dilansir dari Bloomberg, Rabu (19/2/2020), otoritas setempat akan menyelidiki siapa saja yang membeli obat demam atau batuk sejak 20 Januari 2020 yang dibeli baik dari toko obat maupun secara online. Otoritas juga akan melacak siapa pun yang mencari pengobatan untuk demam sejak tanggal itu.
Siapa pun yang menjual pengobatan untuk batuk atau demam harus memeriksa dan mendaftar, serta melaporkan identitas pasien, demikian pernyataan pemerintah Provinsi Hubei.
Otoritas China memiliki kekuatan pengawasan yang luas. Ini dimungkinkan oleh sistem pembayaran berbasis seluler yang hampir sepenuhnya terintegrasi dengan sebagian besar aspek kehidupan sehari-hari.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menilai taktik karantina agresif China berhasil menunda penyebaran virus corona dari pusat wabah.
Baca Juga
"Langkah-langkah pembatasan pergerakan telah menunda penyebaran wabah untuk 2 atau 3 hari di China, dan 2 atau 3 minggu di luar China," kata Sylvie Briand, Direktur WHO untuk kesiapan bahaya menular global.
Briand mengatakan bahwa estimasi didasarkan pada pemodelan penyebaran penyakit, dan akan butuh waktu untuk mengetahui dengan pasti.
Sementara pemerintah telah membantu mengendalikan pergerakan di Hubei dan kota Wuhan, menciptakan karantina regional, warga di sana mengeluhkan perlakuan keras dan pasokan menipis saat lockdown terus berlangsung.