Bisnis.com, JAKARTA - Perintah yang dikeluarkan oleh otoritas kesehatan tertinggi China untuk segera melaksanakan pembakaran mayat (kremasi) atas para korban virus corona di rumah sakit tempat mereka meninggal dinilai sebagai reaksi berlebihan dan tidak perlu untuk mengekang penularan penyakit, kata ahli epidemiologi terkemuka.
Perintah dari Komisi Kesehatan Nasional (nhC) pada 2 Februari 2020, mengharuskan rumah sakit untuk memberi tahu anggota keluarga atas tindakan tersebut. Akan tetapi, komisi itu juga menyatakan prosedur itu bisa tetap dilakukan sekalipun keluarga almarhum tidak setuju.
Menurut perintah kremasi NHC: "Jika anggota keluarga pasien nCoV-2019 menolak untuk mengikuti prosedur atau menolak untuk mematuhi, maka lembaga medis atau panti kremasi telah gagal membujuk mereka. Karena itu, mayat tersebut dapat dikremasi dengan tanda tangan lembaga medis,.
Sedangkan, otoritas keamanan publik yang mengawasi daerah tersebut harus melaksanakan pekerjaan mereka sesuai perintah.
Perintah itu juga melarang upacara pemakaman bagi mereka yang telah meninggal karena virus berpotensi mengancam peserta upacara keagamaan maupun keluarga dan seluruh masyarakat yang berduka.
"Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa virus corona dapat menyebar dari mayat selama persiapan penguburan," kata Ronald St John.
Dia adalah mantan direktur jenderal Pusat Kesiapan dan Tanggap Darurat di Badan Kesehatan Masyarakat Kanada yang terlibat menangani Wabah SARS pada 2003.
Baca Juga
"Itu bukan kasus untuk Ebola, di mana banyak perawatan harus dilakukan dengan memusnahkan mayat," kata St John seperti dikutip Aljazeera.com, Senin (10/2/2020).
Akan tetapi, dia setuju kalau dilakuan kremasi sehingga tidak banyak menggunakan tempat selain lebih cepat jika jumlah korban tewasnya banyak.