Bisnis.com, JAKARTA -- Lembaga peradilan agama menerima lonjakan permohonan dispensasi kawin setelah batas usia pernikahan perempuan dinaikkan.
UU No. 16/2019 tentang Perubahan atas UU No. 1/1974 tentang Perkawinan telah menaikkan usia minimal kawin perempuan dari 16 tahun menjadi 19 tahun. Dengan demikian, usia kawin perempuan dan laki-laki sama-sama 19 tahun.
Namun, UU Perkawinan tetap mengatur izin pernikahan di bawah usia 19 tahun. Syaratnya, kedua orang tua calon mempelai meminta dispensasi ke pengadilan.
“Memang ternyata setelah ditetapkan UU tentang menaikkan usia kawin itu bagi perempuan, intensitas perkara dispensasi meningkat,” kata Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, Busra, dalam uji kelayakan dan kepatutan hakim MA di Jakarta, Rabu (22/1/2020).
Menyikapi penaikan usia itu, MA menerbitkan Peraturan MA No. 5/2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin pada 20 November 2019. Untuk calon mempelai beragama Islam, permohonan dispensasi diajukan kepada pengadilan agama.
Busra menjelaskan bahwa penaikan batas usia kawin perempuan sempat memantik diskusi di kalangan internal hakim lingkup peradilan agama. Meski demikian, dia tidak menjelaskan lebih detail sikap para pengadil apakah menolak atau setuju dengan perubahan regulasi.
Baca Juga
“Dinaikkan dari 16 tahun menjadi 19 tahun tetap membuka kemungkinkan dikoreksi dengan perkara dispensasi kawin,” ujar mantan Ketua Pengadilan Tinggi Agama Kupang ini.
Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Cucun Ahmad Syamsurijal menyesalkan sikap diam lembaga peradilan agama ketika DPR menggarap perubahan regulasi usia kawin perempuan. Semestinya, kata dia, hakim memberikan fatwa saat revisi UU Perkawinan digodok.
“Padahal itu implikasinya ke hak perdata anak yang akan berimplikasi terhadap wali dan sebagainya yang menyangkut keabsahan perkawinan,” tutur Cucun.
UU 16/2019 merupakan tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 22/PUU-XV/2017 yang dijatuhkan pada 13 Desember 2018. Dalam amarnya, MK memerintahkan DPR dan pemerintah untuk menaikkan batas usia kawin perempuan lewat perubahan UU Perkawinan paling lambat 3 tahun setelah putusan dijatuhkan.
Salah satu pertimbangan MK, UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak mengatur bahwa seseorang berusia di bawah 18 tahun masuk kategori anak. Karena itu, UU Perkawinan harus disinkronkan dengan UU Perlindungan Anak dan diberlakukan sama usia perkawinan laki-laki dan perempuan.
Darurat perkawinan anak menjadi pertimbangan MK pula ketika mengabulkan sebagian permohonan uji materi Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan. Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), sebaran pernikahan anak di seluruh provinsi di atas 10%. Bahkan di 23 provinsi, sebaran perkawinan anak lebih besar dari 25%