Bisnis.com, JAKARTA - Calon Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi pada Mahkamah Agung, Ansori, menilai norma pidana mati perlu dipertahankan untuk menghukum koruptor.
Meski demikian, dia mewanti-wanti bahwa hukuman mati harus memenuhi syarat UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Dalam beleid itu, pidana mati dapat dijatuhkan kepada pelaku korupsi ketika terjadi bencana alam nasional, krisis ekonomi dan moneter, atau bersifat pengulangan.
“Saya masih setuju. Harus berulang, darurat, bencana, [hukuman mati] bisa dilakukan,” kata Ansori dalam uji kelayakan dan kepatutan calon hakim MA di Jakarta, Selasa (21/1/2020).
Berkaca dari UU Tipikor, Ansori mengatakan bahwa hukuman mati tidak dijatuhkan berdasarkan nilai kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan terpidana. Sampai saat ini, kata dia, pidana maksimal tersebut belum pernah diputus oleh lembaga peradilan.
Menurut Hakim Ad Hoc Tipikor Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah ini, Indonesia berbeda dari tren global yang cenderung menghapuskan hukuman mati.
Baca Juga
Komitmen itu bahkan dipertegas dalam RUU tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang masih mengakomodasi pidana mati.
Hari ini, Komisi III DPR mulai menggelar uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung dan hakim ad hoc pada MA. Sebanyak 10 calon telah diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada Senayan.
Perinciannya, sebanyak enam calon hakim agung, dua calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi, dan dua calon hakim ad hoc hubungan industrial. Rencananya, Komisi III DPR menggelar uji kelayakan dan kepatutan dari 21-22 Januari 2020.