Bisnis.com, JAKARTA - Ekonomi Inggris secara tidak terduga menyusut pada November, menimbulkan keraguan apakah selama kuartal IV/2019 ekonomi negara tersebut tumbuh.
Angka ekonomi ini kemungkinan akan menambah kekhawatiran Bank Sentral Inggris (BOE), di mana para pejabat sedang memperdebatkan urgensi stimulus tambahan yang diperlukan jika pelemahan ekonomi masih berlanjut.
Kantor Statistik Nasional Inggris melaporkan produk domestik bruto (PDB) pada November turun 0,3%, hasil yang sudah diperkirakan beberapa ekonom sebelumnya.
Ini berarti dibutuhkan pertumbuhan pada kisaran 0,1%-1,2% pada Desember untuk mencegah kontraksi ekonomi pada kuartal keempat.
"Angka pertumbuhan terbaru mencerminkan kehati-hatian menjelang pemilihan pada Desember lalu, dengan industri jasa yang dominan rerkontraksi 0,3%, penurunan terbesar sejak awal 2018," seperti dikutip melalui Bloomberg, Senin (13/1/2020).
Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi Inggris secara keseluruhan hanya sebesar 0,6% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya, yang merupakan terlemah sejak pertengahan 2012.
Survei yang dilakukan setelah pemilu menunjukkan kemenangan telak Perdana Menteri Boris Johnson memberikan dorongan tajam pada kepercayaan diri pasar. Pertanyaannya adalah apakah momentum itu bisa dipertahankan.
Inggris akan meninggalkan Uni Eropa pada akhir bulan ini, dan banyak yang meragukan Johnson dapat memenuhi janjinya untuk mencapai kesepakatan perdagangan dengan blok tersebut pada akhir tahun.
Jika dia gagal, Inggris sekali lagi akan menghadapi Brexit yang lebih berisiko.
Pada November, output manufaktur turun 1,7% yang mencerminkan tren penutupan sejumlah pabrik perakitan mobil untuk menghindari disrupsi dari Brexit yang tertunda 31 Oktober 2019. Output otomatis saja turun lebih dari 6%.