Bisnis.com, JAKARTA - Amendemen Undang-Undang Dasar 1945 hanya dilakukan terbatas pada menghidupkan kembali garis besar haluan negara atau GBHN.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin menuturkan pemerintah sepakat dilakukan amendemen UUD 1945 sejauh hanya sebatas GBHN. Wacana amendemen yang diperluas seperti periode jabatan presiden hingga tiga kali, peralihan model pemilihan menjadi ke DPR/MPR dinilai tidak tepat.
"[Wacana] jabatan tiga periode itu saya sepakatlah dengan presiden, saya kira berlebihanlah. Itu mengundang polemik baru. Justru dulu [jabatan presiden] dibatasi itu kan supaya tidak kebablasan," kata Ma'ruf di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Rabu (4/12/2019).
Wacana perluasan amandemen UUD 1945 terus bergulir. Bahkan Ketua MPR Bambang Soesatyo setelah bertemu dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Rabu (27/11/2019) menyebutkan perlunya pengembalian pemilihan Presiden ke MPR.
Wacana amendemen yang diperluas seperti periode jabatan presiden hingga tiga kali, peralihan model pemilihan menjadi ke DPR/MPR dinilai tidak tepat.
Menurut Bambang, Munas NU di Pesantren Kempek, Cirebon, Jawa Barat, 15-17 September 2012 merekomendasikan Indonesia kembali ke sistem perwakilan dalam pemilihan pemimpin nasional dan daerah.
Rekomendasi tersebut menyebutkan presiden-wakil presiden dipilih oleh MPR, gubernur-wakil gubernur melalui DPRD provinsi, bupati-wakil bupati melalui DPRD kabupaten, dan wali kota-wakil wali kota melalui DPRD kota.
"Di saat kini masyarakat mulai ramai membicarakan amandeman UUD 1945, dengan berbagai saran dan masukannya, PBNU justru sejak tahun 2012 sudah bersuara. Sila ke-4 Pancasila yang berbunyi Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan menjadi fokus utama mengembalikan pemilihan secara tidak langsung. Usulan PBNU tersebut patut dihormati dan bahkan menarik untuk dikaji lebih mendalam," ujarnya.