Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan anggota DPR menolak wacana perpanjangan masa periodesasi presiden dari dua periode menjadi tiga atau empat periode. Usulan itu dinilai cenderung korupsi kekuasaan dan mengkhianati perjuangan reformasi Mei 1998.
“Sebagai wacana sah dan wajar saja mengusulkan perpanjangan masa jabatan Presiden tersebut. Tetapi, jika hal itu menjadi fakta nyata kekuasaan akan cenderung korup (power tends to corrupt) dan merupakan pengkhianatan terhadap perjuangan reformasi,” kata Sekretaris Fraksi PPP DPR Achmad Baidowi dalam acara diskusi dialektika demokrasi "Bola Liar Amandemen, Masa Jabatan Presiden Diperpanjang?” di Kompleks Parlemen, Kamis (28/11/2019).
Selain Baidowi, juga tampil sebagai nara sumber anggota DPR RI (F-NasDem) Syarief Abdullah Alkadrie dan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin.
Menurut anggota Komisi VI DPR tersebut, pembatasan periodesasi jabatan presiden bertujuan untuk menghindari KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme) sebagaimana terjadi selama 32 tahun Orde Baru. Tetapi, sekarang ini muncul lagi wacana termasuk pemilihan Presiden dilakukan oleh MPR.
Menurut Baidowi konstitusi, UUD NRI 1945 memang harus disesuaikan dengan perkembangan zaman karena bukan barang mati. Tetapi, sampai saat ini belum ada usulan resmi dari lembaga terkait tentang perpanjangan periodesasi maupun presiden dipilih MPR.
“Usulan memang sebaiknya dikaji bagaimana aspek baik-buruk atau maslahat-mudaratnya untuk masyarakat, bangsa dan negara,” kata Baidowi.
Baca Juga
Sedangkan, anggota DPR RI (F-NasDem) Syarief Abdullah Alkadrie mengemukakan bahwa usulan perpanjangan masa jabatan maupun presiden dipilih MPR itu pasti sulit dilaksanakan.
“Sesunggunya kita sudah lebih maju dengan dua periode dan dipilih rakyat, meski sila ke-4 Pancasila, memungkinkan dipilih MPR. Namun, konsekuensinya jika dipilih MPR, Presiden akan jadi mandataris sekaligus kembali ke sistem parlementer,” kata Syarief Abdullah Alkadrie.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin mendukung pembatasan jabatan presiden seperti diamanahkan Pasal 7 UUD NRI 1945. Sebab, apapun alasannya jika diperpanjang akan cenderung korup. Bahkan tidak tertutup kemungkinan kekuasaan itu sejenis monster yang ganas, menakutkan dan bengis.
Dengan kata lain, kekuasaan itu akan menjadi monster, tirani, otoriter, dan sewenang-wenang, katanya.