Kabar24.com, JAKARTA — Keputusan Presiden Joko Widodo mengangkat 12 wakil menteri memancing advokat untuk menggugat norma jabatan wakil menteri dalam UU No. 39/2008 tentang Kementerian Negara ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Ketua Umum Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) Bayu Segara yang juga seorang advokat merasa dirugikan hak konstitusionalnya dengan eksistensi norma jabatan wakil menteri.
Salah satu kerugian konstitusional itu adalah pengeluaran dana APBN, yang notabene berasal dari pajak rakyat, untuk memberikan fasilitas kepada wakil menteri.
“Pemohon membayar pajak tentunya dengan harapan agar APBN digunakan sebesar-besarnya untuk pendidikan, kesehatan, serta kesejahteraan rakyat,” kata Viktor Santoso Tandiasa, kuasa hukum Bayu Segara, dalam berkas permohonan yang diregistrasi MK di Jakarta, Selasa (26/11/2019).
Norma yang diuji Bayu adalah Pasal 10 UU Kementerian Negara yang berbunyi, ‘Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu.’
Ketika UU Kementerian Negara dibentuk, Pasal 10 memiliki penjelasan mengenai terminologi wakil menteri. Isinya, ‘Yang dimaksud dengan “wakil menteri” adalah pejabat karir dan bukan merupakan anggota kabinet.’
Namun, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan MK No. 79/PUU-IX/2011 menghapus penjelasan tersebut. Alhasil, wakil menteri tidak mesti lagi pejabat karir guna memberikan kewenangan penuh kepada Presiden untuk memilih pembantu menteri tersebut.
Viktor mengatakan bahwa penghapusan penjelasan Pasal 10 UU Kementerian Negara membuat kedudukan, tugas, fungsi, dan wewenang wakil menteri tidak lagi diatur dalam UU.
Kondisi itu, menurut dia, menimbulkan kesewenang-wenangan karena memberikan kewenangan kepada wakil menteri tanpa melibatkan DPR sebagai representasi rakyat.
“Pengaturan kedudukan, fungsi, tugas, dan wewenang wakil menteri dengan peraturan presiden tentunya merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan amanat konstitusi di mana aturan terkait dengan kedudukan, fungsi, tugas, dan wewenang wakil menteri adalah materi UU,” ujarnya.
Viktor juga berargumen bahwa UUD 1945 tidak memuat pasal mengenai wakil menteri melainkan hanya menteri sebagai pembantu Presiden. Bahkan, tambah dia, perumus amandemen konstitusi pun tidak membahas urgensi jabatan wakil menteri.
“Menteri sebagai pemimpin sudah dibantu oleh pembantu pemimpin yakni sekretariat jenderal dan pelaksana tugas pokok yakni direktorat jenderal yang diawasi oleh inspektorat jenderal,” tuturnya.
Pada 25 Oktober, Presiden Jokowi melantik 12 wakil menteri yang berasal dari 11 kementerian. Para wakil menteri itu ada yang berlatar belakang politisi, pebisnis, akademisi, hingga birokrat.