Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah melakukan peninjauan bersama Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara (Asdatun) Kejati Nusa Tenggara Barat terhadap dugaan wanprestasi PT Gili Trawangan Indah.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan peninjauan tersebut terhadap kontrak Pemprov NTB dengan PT Gili Trawangan Indah atas pengelolaan objek tanah dengan golongan tanah pariwisata di Gili Trawangan.
Hal itu teridentifikasi dalam monitoring evaluasi (monev) berkala yang dilakukan tim Koordinasi Supervisi Pencegahan (Korsupgah) KPK di Provinsi NTB pada 18–19 November 2019.
"Diketahui jangka waktu kontrak tersebut selama 70 tahun dan sedang didalami apakah ada wanprestasi dalam pengelolaan tersebut atau tidak," tutur Febri dalam keterangannya, Sabtu (2311/2019).
Febri mengatakan hal ini merupakan salah satu fokus tim KPK di NTB karena nilai aset yang dikuasai cukup signifikan yaitu dengan luas lahan sebesar 65 hektare yang dikuasai PT GTI mencapai nilai sekitar Rp2,3 triliun.
Hal itu berdasarkan hasil peninjauan dan sesuai dengan hasil penilaian ulang atas objek pajak oleh Kanwil DJKN Bali dan Nusa Tenggara pada 2018.
"Diharapkan dari hasil koordinasi ini upaya penyelamatan dan pemanfaat aset tersebut dapat berjalan secara efektif," ujarnya.
Di sisi lain, dari monitoring evaluasi (monev) berkala yang dilakukan tim Koordinasi Supervisi Pencegahan (Korsupgah) di NTB menyatakan masih ada potensi pendapatan daerah yang bisa dioptimalkan.
Potensi itu dari investasi masyarakat yang sudah melakukan kegiatan usaha di lokasi tersebut, yakni sebesar Rp24 milliar per tahun.
Tak hanya itu, sumber optimalisasi pendapatan asli daerah (OPD) lainnya juga terus didorong KPK salah satunya dari penerimaan pajak daerah secara elektronik melalui pemasangan alat perekam transaksi keuangan di sejumlah wajib pungut (wapu) pajak pelaku usaha hotel, restoran, parkir, serta tempat hiburan.
Adapun hingga pertengahan November 2019 telah terpasang 47 dari target 100 alat rekam pajak elektronik di Pemkot Mataram yang menjadi pilot project untuk wilayah Provinsi NTB.
Pemasangan alat rekam pajak online tersebut menurutnya telah bekerja sama dengan Bank NTB Syariah selaku Bank Pembangunan Daerah. Dari 47 alat yang sudah terpasang, sebanyak 29 Wapu sudah melalui proses pengolahan data (profiling).
"KPK berharap koordinasi antara Bank NTB Syariah dengan Pemda dapat terus ditingkatkan untuk mendorong komitmen semua pihak termasuk wapu pelaku usaha pada sektor hotel, restoran, parkir dan tempat hiburan untuk memenuhi kewajiban pajaknya," papar Febri.