Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Resesi Mendalam, Bursa Tenaga Kerja Hong Kong Mulai Melemah

Sebagai imbas dari aksi protes yang berlangsung selama berbulan-bulan dan resesi yang lebih dalam, bursa tenaga kerja Hong Kong yang tangguh mulai retak.
Wajah Hong Kong dari ketinggian/Reuters-Bobby Yip
Wajah Hong Kong dari ketinggian/Reuters-Bobby Yip

Bisnis.com, JAKARTA – Sebagai imbas dari aksi protes yang berlangsung selama berbulan-bulan dan resesi yang lebih dalam, bursa tenaga kerja Hong Kong yang tangguh mulai retak.

Peritel, restoran, dan hotel-hotel terpaksa memangkas upah dan waktu kerja ataupun merumahkan staf mereka demi dapat bertahan.

Rekor tingkat pengangguran yang rendah diantisipasi berakhir jika solusi untuk aksi protes yang berkepanjang tidak juga ditemukan.

Meski tingkat pengangguran Hong Kong secara keseluruhan tetap berada di level 2,9 persen sejak Juli 2019, mendekati rekor level terendah, kekuatan ini tampak memudar. Data tingkat pengangguran bulan Oktober diperkirakan akan meningkat menjadi 3 persen.

Sementara itu, tingkat konsumsi dan sektor yang terkait dengan pariwisata, meliputi layanan ritel, akomodasi dan makanan, menunjukkan tanda-tanda ketegangan yang lebih besar.

“Indikator-indikator tenaga kerja mungkin tetap stabil untuk beberapa waktu bersama langkah-langkah alternatif seperti cuti tak berbayar atau semacamnya, tetapi tidak akan tetap stabil untuk waktu yang lama. Pasar tenaga kerja akan merasa semakin tertekan di bulan-bulan berikutnya,” ujar Qian Wan, Ekonom Bloomberg Economics.

Kondisi tersebut bahkan lebih buruk di sektor makanan dan minuman, di mana tingkat pengangguran mencapai level tertinggi dalam enam tahun yakni 6,0 persen.

Menurut Ines Lam, seorang ekonom di CLSA Ltd., pusat-pusat perbelanjaan, restoran, dan sistem kereta bawah tanah kemungkinan akan terus berlanjut tutup lebih awal ketika aksi protes tidak menunjukkan tanda-tanda berakhir.

“Memberi pekerja cuti tak berbayar dan mengurangi jam kerja adalah tanggapan pertama pengusaha terhadap penurunan pendapatan bisnis,” tutur Lam.

“Seperti yang saya perkirakan aksi protes akan berlanjut lebih lama, sektor pariwisata, ritel, dan kuliner di Hong Kong akan mengalami penurunan lebih lanjut dalam bisnis,” tambahnya.

Ia lebih lanjut memperkirakan tingkat pengangguran di industri ritel, akomodasi, dan jasa makanan akan mencapai 10 persen pada pertengahan 2020, sekaligus mendorong indeks harga konsumen (headline rate) menjadi 4 persen, level yang tidak terlihat sejak November 2010.

Pada saat yang sama, munculnya resesi menyebabkan para pekerja mungkin tidak akan lagi menikmati mobilitas yang pernah mereka miliki, karena opsi untuk pekerjaan alternatif pada sektor-sektor berkurang.

“Sebagian pekerja mungkin memilih untuk tidak berpartisipasi dalam tenaga kerja setelah diberhentikan, mengingat bahwa beberapa dari mereka mungkin telah tertarik untuk bekerja karena upah yang relatif lebih tinggi dalam beberapa tahun terakhir,” tutur Tommy Wu, ekonom senior dengan Oxford Economics Ltd. di Hong Kong.

Tekanan yang sesungguhnya diperkirakan akan mulai muncul pada tahun baru, ketika aksi protes mulai berdampak lebih dalam pada pola pengeluaran.

Kevin Lai, kepala ekonom untuk Asia dari Daiwa Capital Markets, memperkirakan tingkat pengangguran akan merangkak naik pada Januari 2020 dan berpotensi mencapai 3,5 persen dalam waktu dekat.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper