Bisnis.com, JAKARTA--Pengadilan Kriminal Internasional atau International Criminal Court menyetujui permintaan tuntutan untuk menyelidiki dugaan kejahatan kemanusiaan terhadap minoritas Muslim Rohingya Myanmar.
Para hakim di ICC mengatakan meskipun Myanmar bukan anggota ICC, pengadilan memiliki yurisdiksi untuk memeriksa dugaan kejahatan yang sebagian terjadi di perbatasan Bangladesh itu. Hal ini karena Bangladesh merupakan anggota ICC.
Dalam sebuah pernyataan, yang dikutip dari Reuters, Jumat (15/11), ICC menyatakan para penuntut diberikan izin untuk memeriksa tindakan-tindakan yang dapat dikualifikasikan sebagai kejahatan yang sistematis terhadap Rohingya, termasuk deportasi, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan penganiayaan dengan alasan etnis dan/atau agama.
ICC adalah pengadilan internasional kedua yang memeriksa dugaan kekejaman terhadap Rohingya, setelah Gambia sebelumnya mengajukan tuntutan kepada Mahkamah Internasional (ICJ) terhadap Myanmar karena melakukan dugaan genosida terhadap minoritas Muslim. ICJ adalah pengadilan tinggi PBB untuk perselisihan antarnegara.
Pada Juli, Jaksa Penuntut ICC Fatou Bensouda meminta izin pengadilan untuk memeriksa kejahatan di Bangladesh setelah dua gelombang kekerasan terjadi di Rakhine State, Myanmar.
"Ada dasar yang masuk akal untuk percaya bahwa setidaknya 700.000 orang Rohingya dideportasi dari Myanmar ke Bangladesh melalui berbagai tindakan paksaan, dan bahwa Rohingya mengalami penderitaan besar atau luka serius karena hak mereka untuk kembali dilanggar," kata Bensouda.
Bensouda bersumpah bahwa pihaknya akan melakukan penyelidikan independen dan tidak memihak.
"Ini adalah perkembangan yang signifikan, mengirimkan sinyal positif kepada para korban kekejaman di Myanmar dan di tempat lain. Investigasi saya akan berusaha mengungkap kebenaran," katanya dalam sebuah pernyataan.
Organisasi hak asasi manusia dan pemimpin Rohingya juga menyambut baik pengumuman ICC ini.
“Saya harap ini akan memberi kita keadilan. Genosida akan terjadi lagi jika tidak ada tindakan terhadap pemerintah Myanmar dan militer, ”kata Dil Mohammed, seorang pemimpin komunitas Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh setelah penumpasan oleh militer pada 2017 di Myanmar.
“Para korban [warga] Rohingya akhirnya bisa mendapatkan hari mereka di pengadilan,” kata Param-Preet Singh dari Human Rights Watch’s International Justice program.
Lebih dari 730.000 Rohingya melarikan diri dari negara bagian Rakhine ke negara tetangga, Bangladesh, setelah kekerasan yang dilakukan militer Myanmar pada Agustus 2017. Para penyelidik PBB mengindikasi adanya niat genosida dalam kekerasan tersebut. Sementara itu, mayoritas Buddhis Myanmar menyangkal tuduhan genosida.
Meski dalam yuridiksi pengadilan, tuduhan genosida tidak akan diselidiki oleh ICC.