Bisnis.com, JAKARTA - Bersatunya Joko Widodo dan Prabowo Subianto Djojohadikusumo dalam pemerintahan masih mengundang rasa takjub dari pemerhati dunia politik.
Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny Januar Ali mengatakan dua calon presiden biasanya tetap saling berhadapan setelah berkompetisi dalam Pemilihan Presiden (Pilpres). Calon yang menang menjadi penguasa, sedangkan lawan yang dikalahkan menjadi pemimpin oposisi.
Faktanya, fenomena usai Pilpres 2019 memperlihatkan anomali. Prabowo memilih bergabung dalam pemerintahan yang dibentuk oleh sang pemenang, Joko Widodo.
“Tak pernah terjadi dalam seluruh Pemilu langsung Indonesia. Bahkan, tak pernah terjadi juga dalam ratusan tahun Pilpres di Amerika Serikat,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (13/11/2019).
Denny mendukung bergabungnya Prabowo dalam Kabinet Indonesia Maju (KIM). Menurutnya, bersatunya dua bekas kompetitor tersebut akan memperkuat negara.
Alumnus Universitas Indonesia (UI) ini lantas membandingkan dengan fenomena serupa di dunia bisnis yang mengenal terminologi koopetisi. Istilah itu berasal dari gabungan kata "kooperasi" atau kerja sama dan "kompetisi" atau persaingan.
Baca Juga
“Dua pihak yang berkompetisi ada baiknya dalam satu momen juga melakukan kerja sama untuk kepentingan semua. Lalu, setelah itu boleh berkompetisi lagi,” tuturnya.
Denny mengaku sempat mencemaskan kompetisi dalam Pilpres 2019 yang membuat publik terbelah. Alasannya, isu agama turut dimainkan sehingga publik terbagi dalam dua kutub.
Jokowi, sebutnya, menang telak di daerah penganut agama minoritas. Sebaliknya, Prabowo dominan di provinsi Muslim konservatif.
“Alhamdulillah, akhirnya Jokowi dan Prabowo memilih bekerja sama setelah bersaing. Ini harus semakin menyadarkan kita prinsip yang paling tua dalam politik bahwa tak ada musuh yang abadi,” ucap Denny.