Bisnis.com, JAKARTA – Kemarahan warga Lebanon atas rencana pemerintah untuk mengenakan pajak pada layanan telepon melalui aplikasi WhatsApp semakin menjadi-jadi.
Ribuan pengunjuk rasa memblokir jalanan dan membakar puing-puing di sekitar Lebanon pada Kamis (17/10/2019) waktu setempat. Protes mereka meluas menuntut pengunduran diri pemerintah terkait di tengah krisis ekonomi di negara ini.
Massa berkumpul di dekat kantor pusat pemerintah di pusat kota Beirut dalam salah satu aksi demonstrasi terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Mereka menyerukan para politisi yang tengah memperdebatkan usulan anggaran penghematan agar mundur dan mengadakan pemilu dini.
"Rakyat ingin jatuhnya rezim,” teriak para pengunjuk rasa, seperti dilansir melalui Bloomberg.
Salah satu negara dengan utang terbesar di dunia ini sedang bergulat untuk menemukan sumber pendanaan baru karena arus masuk modal asing yang secara tradisional diandalkannya telah mengering.
Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan defisit transaksi berjalan Lebanon akan mencapai hampir 30 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada akhir tahun ini.
Baca Juga
IMF juga memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi negara yang stagnan 0,3 persen pada 2018, akan melemah di tengah ketidakpastian politik dan ekonomi serta kontraksi parah di sektor real estat.
Demonstrasi sporadis di negara yang dikepalai Michel Aoun ini telah pecah selama berbulan-bulan. Krisis ekonomi yang dialami menyebabkan kurangnya aliran dolar serta mengancam pembayaran pensiun tentara sekalipun.
Rencana pemerintah untuk mengenakan biaya sebesar US$0,2 terhadap layanan WhatsApp pertama yang dilakukan pengguna setiap hari mendominasi gelombang protes sepanjang Kamis (17/10).
Padahal, biaya komunikasi di negara ini diketahui termasuk yang paling tidak kompetitif di dunia. Warganya banyak menggunakan aplikasi suara internet demi menghemat.
Di sisi lain, pemerintah menghadapi tekanan untuk memangkas pengeluaran, menaikkan pajak, dan memberantas korupsi, syarat yang diminta oleh donor-donor internasional untuk melepaskan bantuan.
Namun langkah-langkah tersebut terbukti sangat tidak populer di mata publik. Para kritikus mengatakan bahwa korupsi institusional, nepotisme, dan pencatutan oleh politisi-lah yang membuat pemerintah bangkrut.
Ketika protes massa menjalar ke pinggiran kota dan provinsi, Menteri Telekomunikasi Mohamed Choucair tampil di muka umum untuk mengatakan bahwa Perdana Menteri Saad al-Hariri telah memerintahkannya membatalkan rencana pajak. Sayangnya, upaya ini terlambat untuk menenangkan opini publik.
Dinding ban dan puing-puing yang terbakar secara efektif memblokir jalan utama di pintu masuk utara dan selatan Beirut dan dekat kota Byblos, seperti ditunjukkan tayangan rekaman di stasiun televisi Lebanon.
Di pusat kota Beirut, pengunjuk rasa melemparkan botol, penghalang logam dan proyektil lainnya ke polisi anti huru hara dan sesekali terjadi keributan ketika mereka mencoba menerobos barisan keamanan di sekitar markas pemerintah.
Protes telah meningkatkan tekanan pada Hariri, yang memimpin pemerintahan serta telah berjuang untuk mengatasi perbedaan sektarian dan politik, untuk mengambil tindakan melalui agenda reformasi.