Bisnis.com, JAKARTA - Penolakan ekonom dan akademisi terhadap revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan merupakan agenda politik. Surat terbuka yang dilayangkan adalah bentuk kekhawatiran terhadap korupsi yang merugikan negara.
Direktur Eksekutif INDEF Enny Sri Hartati mengatakan surat terbuka dari para ekonom yang menolak UU KPK tidak didorong oleh agenda politik. Surat tersebut justru merupakan bentuk dukungan ekonom kepada Presiden Joko Widodo dalam menjalankan program pembangunan.
"Ekonomi pada dasarnya melihat berdasarkan fenomena yang faktual. Jadi, tidak hanya retorika, tetapi bagaimana data-data yang ada dan hal yang terjadi di lapangan," kata Enny saat ditemui di Jakarta pada Jumat (18/10/2019) siang.
Menurut Enny para ekonom telah melihat seluruh faktor tersebut dan memutuskan untuk menolak revisi RUU KPK. Mereka memandang peraturan terbaru sebagai bentuk pelemahan terhadap lembaga antirasuah tersebut.
Enny mengatakan orang-orang yang bereaksi negatif terhadap sikap para ekonom justru perlu dipertanyakan. Menurutnya seluruh akademisi dan peneliti ekonomi yang mendukung surat terbuka menunjukkan adanya kegelisahan dari sektor ekonomi terhadap revisi UU KPK.
Sementara itu Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengatakan korupsi memiliki dampak yang luar biasa negatif terhadap ekonomi. Pemberlakuan UU KPK akan memunculkan kegaduhan yang akan sulit dihentikan.
Baca Juga
Hal tersebut nantinya akan berdampak pada minimnya fokus pemerintah untuk menghadapi perlambatan ekonomi global. Apalagi, saat ini kondisi tersebut sudah membuat sejumlah negara mengalami resesi.
"Ini juga akan berdampak pada masuknya investasi ke Indonesia. Fokus pemerintah yang terbelah akan semakin menghambat modal yang masuk ke Indonesia," jelas Piter.