Bisnis.com, JAKARTA- Sejumlah nama menteri yang menjabat di Kabinet Kerja Jilid II pada pada periode pertama Joko Widodo atau Jokowi berpeluang besar diangkat lagi jadi menteri.
Mereka yang memiliki kans besar dipertahankan Jokowi adalah yang berprestasi. Lantas, siapa saja sosok yang berprestasi dan bakal dilantik oleh Jokowi?
Pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Lembaga Survei Independen Nusantara (LSIN) Yasin Mohammad menilai sejumlah menteri yang berlatang belakang profesional berpeluang lebih besar dilantik lagi. Pasalnya, menurut Yasin, menteri-menteri dari kalangan profesional lebih nampak kinerjanya.
Susi Pudjiastuti
Yasin mencontohkan sosok Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Kata dia, meski Susi Pudjiastuti sempat membuat kebijakan kontroversial seperti melarang nelayan menggunakan cantrang, hal itu tak lain demi menjaga sumber daya laut.
Apalagi, berdasarkan studi yang pernah dilakukan, penggunaan cantrang dianggap merusak sumber daya laut dan ekosistem karang.
Hal lain yang perlu diapresiasi dari Susi, lanjut Yasin, adalah perang melawan illegal fishing.
“Dalam konteks penenggelaman Ibu Susi paling tinggi. Prestasinya dalam law enforcement atau perang melawan illegal fishing patut diapresiasi,” ujar Yasin saat dihubungi, Rabu (9/10/ 2019).
Sri Mulyani
Sosok lain kata Yasin adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani. Meski kebijakan-kebijakannya tidak ada yang revolusioner, namun terbukti mampu menyeimbangkan neraca keuangan negara.
“Kunci keuangan negara itu ada di Ibu Sri Mulyani. Pola yang dimainkan adalah kebijakan ekonomi liberal. Membuka lebar-lebar akses investasi dari luar. Investasi ini dibuka dalam rangka menyeimbangkan neraca keuangan. Tidak ada kebijakan monumental, tapi di politik Sri Mulyani berpotensi di pilpres 2024,” ujar dia.
Retno Marsudi
Selain dua srikandi di atas, kata Yasin, adalah sosok Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Sejak awal penunjukan Retno sebagai menlu justru banyak yang menyangsikan. Namun kerja kerasnya dalam berkomunikasi dengan negara-negara luar telah membuahkan hasil yang nyata.
“Pada awal-awal penunjukan Ibu Retno diragukan kemampuannya, termasuk komunikasinya dengan beberapa negara lain banyak diragukan. Tapi belakangan dia bisa menunjukkan seperti masuknya Indonesia sebagai Dewan Kehormatan di PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa),” imbuhnya.
Namun demikian, Retno masih memiliki sejumlah pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan.
“Persoalaan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) masih banyak yang perlu diselesaikan,” ungkap alumnus Pascasarjana Universitas Paramadina itu.
Menteri dari Parpol
Sementara, kata Yasin, sejumlah menteri dari kalangan partai politik justru paling terancam. Mayoritas dari mereka jarang berprestasi dan memiliki terobosan baru, seperti Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto yang menjabat menteri perindustrian.
“Saya kira belum ada yang berpretasi. Seperti Airlangga Hartarto, menteri perindustrian belum ada terobosan baru. Tidak ada perkembangan signifikan. Tidak bisa mendatangkan investasi di bidang industri. Stimulan-stimulannya tidak ada. Saya kira kinerjanya belum maksimal di bidang perindustrian,” sebut dia.
“Apalagi Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Banyak melakukan kebijakan-kebijakan impor yang menimbulkan polemik. Justru sentimen negatifnya terhadap Enggartiasto Lukita lebih besar,” tegasnya.
Yasin juga menyoroti kinerja Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri. Mantan Sekjen PKB itu, kata dia, justru tidak mampu melindungi buruh.
“Ya seharusnya menaker itu banyak mengeluarkan peraturan menteri yang bisa menjawab persoalan-persoalan krusial. Berkaitan dengan buruh dan perlindungan kesejahteraan buruh. Menaker sendiri tidak bisa menjawab persoalan-persoalan di buruh. Contoh kasus PHK (pemutusan hubungan kerja) besar-besaran di perusahaan Krakatau Steel,” paparnya.
Seharusnya, kata dia, Hanif Dhakiri mampu membuat peraturan yang bisa melindungi para pekerja.
“Dia (menaker) juga tidak bisa menjembatani antara pihak buruh dan perusahaan. Beberapa kasus yang parsial banyak sekali. Ada 4.000 buruh yang di-PHK masal, mereka datang ke menaker, tapi menterinya manggil Direktur Krakatau Steel saja enggak bisa,” pungkasnya.