Bisnis.com, JAKARTA - Konferensi pers yang dilakukan KPK terkait dugaan pelanggaran kode etik capim KPK Firli Bahuri mendorong anggota DPR dari Komisi III mencecar Alexander Marwata saat uji kelayakan dan kepatutan.
Sejumlah anggota Komisi III DPR RI mencecar calon pimpinan KPK petahana Alexander Marwata atas konferensi pers KPK yang mengumumkan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan capim KPK Firli Bahuri.
Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Mahesa mempertanyakan dasar dilakukannya konferensi pers tersebut sehingga berani menuduh salah satu capim KPK melakukan pelanggaran etik.
Desmond mengatakan konferensi pers tersebut terkesan mengada-ada karena tidak berdasarkan keputusan pimpinan yang kolektif dan kolegial.
"Jadi apa dasar konpers kemarin itu? Itu tidak berdasarkan keputusan pimpinan yang kolektif kolegial," kata Desmond dalam uji kelayakan dan kepatutan capim KPK, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (12/9/2019).
Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu mengatakan konferensi pers yang dilakukan salah satu Pimpinan KPK Saut Situmorang dan Juru Bicara (Jubir) KPK Febri Diansyah itu menyangkut nasib dan karir seseorang.
"Saya tanya ke Pak Alex sebagai calon komisioner dan orang yang masih menjabat di KPK, mudah-mudahan KPK masih Komisi Pemberantasan Korupsi, belum menjadi Komisi Penghambat Karir," kata Masinton.
Masinton ingin mendalami apakah Alex sebagai salah satu Pimpinan KPK mengetahui konferensi pers tersebut dan apakah di internal KPK boleh memutuskan sendiri-sendiri atau secara kolektif kolegial.
Menurut Masinton, dalam konpers tersebut dinyatakan bahwa ada pelanggaran etik yang dilakukan oleh salah satu capim KPK sekaligus mantan Deputi Penyidikan KPK Firli Bahuri.
"Lalu apakah cara-cara seperti ini lazim untuk dilakukan oleh KPK atas nama integritas dan pemberantasan korupsi," ujar Masinton.
Anggota Komisi III dari Fraksi PPP Arsul Sani mempertanyakan apakah yang dibicarakan dalam konpers di KPK pada Rabu (11/9/2019) kemarin itu diketahui semua Pimpinan KPK karena dilakukan di Kantor KPK.
Menurut Arsul, konferensi pers itu berpotensi yang bersangkutan melaporkannya sebagai tindakan pidana.
"Kalau yang terkena itu marah bisa jadi laporan pidana, dituntut Pasal 27 Undang-Undang ITE. Kalau benar dilaporkan nanti ada lagi cicak-buaya jilid berapa," ujar Arsul.