Bisnis.com, JAKARTA – Polisi anti huru-hara Hong Kong dilaporkan berpatroli di stasiun-stasiun kereta bawah tanah pada Senin (2/9/2019) pagi waktu setempat, menjelang rencana aksi unjuk rasa terkini yang mengancam akan mengganggu transportasi di wilayah tersebut.
Kelompok-kelompok siswa telah merencanakan berbagai aksi seperti boikot kelas dan demonstrasi untuk menandai awal tahun ajaran baru.
Sehari sebelumnya, Minggu (1/9/2019), upaya untuk mengganggu lalu lintas ke dan dari bandara Hong Kong sampai memaksa sejumlah pelancong berjalan menyusuri jalan raya sambil mendorong barang-barang mereka karena tiadanya bus atau taksi.
Pengunjuk rasa membuat barikade dan bentrok dengan polisi anti huru-hara setelah memblokir jalan ke Bandara Internasional Hong Kong pada Minggu sore.
Di luar terminal, pengunjuk rasa mengaktifkan alat pemadam kebakaran, menumpuk troli bagasi untuk memblokir dan menghancurkan kamera pengintai.
Operator kereta bandara Airport Express menyatakan telah menangguhkan layanan pada Minggu sore, sementara demonstran berpakaian hitam yang bersembunyi dari kamera CCTV dengan menggunakan payung, membangun barikade di stasiun bus bandara dan berusaha menghentikan lalu lintas di jalan utama menuju terminal.
Baca Juga
Sementara itu, operator kereta bawah tanah Hong Kong MTR Corp. menggambarkan fasilitas-fasilitas di 32 stasiunnya telah rusak parah karena protes. Beberapa lokasi kereta bawah tanah dinyatakan tutup pada Senin.
“Jendela kaca ruang kendali stasiun, mesin-mesin tiket, gerbang dan kamera keamanan merupakan beberapa barang yang rusak selama akhir pekan,” ungkap MTR, dilansir dari Bloomberg.
Pihak kepolisian menangkap 63 orang, terdiri dari 54 pria dan sembilan wanita, di stasiun-stasiun kereta api di Kowloon pada Sabtu malam (31/8), menurut Penjabat Senior Inspektur Kowloon Tsui Suk Yee Barat dalam suatu konferensi pers.
“Bom bensin, pena laser dan helm disita. Kemudian mereka yang ditangkap menghadapi dakwaan termasuk kepemilikan senjata dan perakitan yang melanggar hukum. Dua kereta rusak oleh para demonstran,” terangnya.
Aksi unjuk rasa yang kerapkali disertai tindak kekerasan telah memukul Hong Kong selama berbulan-bulan. Protes yang dimulai pada bulan Juni untuk menentang Rancangan Undang-Undang (RUU) yang memungkinkan ekstradisi ke China daratan berubah menjadi dorongan melawan cengkeraman pemerintah China di kota tersebut.
Pekan lalu, Pemimpin Hong Kong Carrie Lam menyerukan diskusi dengan pihak oposisi serta menolak untuk mengesampingkan penerapan hukum era kolonial yang memungkinkan terjadinya penangkapan, deportasi, sensor, dan penyitaan properti.
Pergolakan di pusat keuangan Asia ini mengancam akan mengalihkan fokus dunia dari perayaan Hari Nasional China memperingati pemerintahan Partai Komunis ke-70 pada 1 Oktober mendatang.