Kabar24.com, JAKARTA — Tim penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meminta keterangan dari Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) Gatot S Dewa Broto, Jumat (26/7/2019).
Gatot dipanggil menjadi saksi untuk pengembangan kasus suap dana hibah Kemenpora ke Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) yang ssbelumnya telah ditangani KPK.
"Tadi ada kebutuhan permintaan keterangan untuk pengembangan penanganan perkara yang pernah ditangani oleh KPK sebelumnya di Kemenpora," kata Juru bicara KPK Febri Diansyah.
Febri tidak menjelaskan secara rinci materi apa saja yang digali penyelidik terhadap Sesmenpora Gatot.
Namun, dia memberi sinyal bahwa pengembangan kasus ini berdasarkan fakta persidangan kasus suap dana hibah terutama terkait aliran dana ke pihak tertentu.
"Jadi KPK terus mengembangkan itu dan perlu melakukan klarifikasi dan juga permintaan keterangan terhadap Sesmenpora hari ini," ujar Febri.
Terkait aliran dana, lembaga antirasuah masih enggan berspekulasi ke salah satu nama tertentu mengingat hingga saat ini terus mempertajam bukti-bukti berdasarkan fakta persidangan.
Febri mengatakan pihak-pihak yang disebutkan di persidangan akan dicermati lebih lanjut.
"Fokus kami adalah pada fakta yang muncul dipersidangan karena ada dugaan pelaku lain seperti aliran dana dan lain-lain," ujar dia.
Sebelumnya, pemanggilan Gatot diketahui ketika tiba-tiba datang ke Gedung Merah Putih KPK sekira pukul 10.00 WIB. Padahal, namanya tidak tercantum dalam jadwal pemeriksaan saksi.
Di sela-sela pemeriksaan, Gatot mengaku ditanya soal pola pengelolaan anggaran dan program Kemenpora sepanjang tahun 2014 sampai 2018.
Dia menampik dirinya ditanya soal dana hibah Kemenpora.
"Tadi tidak ada pertanyaan tentang [kasus dana] hibah, karena di surat panggilannya tidak menyebut masalah KONI atau dana hibah," kata Gatot.
Menurut Gatot, tim KPK hanya ingin mengetahui bagaimana tata kelola anggaran dan program di Kemenpora. Tim juga menyoroti sistem pengontrolan yang dilakukan.
Tak hanya di situ, tim KPK juga menanyakan soal akuntanbilitas anggaran apabila diperiksa oleh Badan Pemeriksaan Keuangan.
Dalam kasus dana hibah, dua dari lima yang terjerat KPK sudah divonis bersalah yakni Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy selama 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp100 juta subsider 2 bulan kurungan.
Sementara Bendahara Umum KONI Johny E. Awuy divonis 1 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp50 juta subsider 2 bulan kurungan.
Keduanya menyuap Deputi IV bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana dengan satu unit mobil Fortuner, uang Rp400 juta dan satu unit ponsel Samsung Galaxy Note 9.
Suap juga diberikan kepada Asisten Olahraga Prestasi pada Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Adhi Purnomo dan Staf Deputi IV Olahraga Prestasi Kemenpora Eko Triyanta senilai Rp215 juta.
Suap dilakukan agar Mulyana, Adhi, dan Eko membantu mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan KONI Pusat kepada Kemenpora tahun 2019.
Adapun dalam putusan hakim, asisten pribadi Menpora Imam Nahrawi bernama Miftahul Ulum disebut menerima Rp11,5 miliar dari Sekjen KONI Ending Hamidy dan Bendahara KONI Johny E. Awuy.
Pemberian secara bertahap itu untuk memenuhi comittmen fee yang diminta sebelumnya.
Sementara dalam kesaksian Ending di persidangan, ada daftar 23 nama penerima uang dana hibah KONI yang ditulis olehnya dalam sebuah tisu atas suruhan Ulum.
Salah satu nama yang ditulisnya berinisial 'M' yang belakangan mencuat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga dengan nilai aliran dana Rp1,5 miliar.